Fikih adalah
salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas
persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan
pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa
ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan
seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.
Fikih
membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip Rukun
Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam
Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari
Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fikih. Seseorang yang sudah
menguasai ilmu fikih disebut Fakih.
Pengertian
Fiqih
Dalam bahasa Arab,
secara harfiah fikih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal.
Beberapa ulama memberikan
penguraian bahwa arti fikih secara terminologi yaitu
fikih merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui
dalil di Al-Qur'an dan Sunnah.
Selain
itu fikih merupakan ilmu yang juga membahas hukum syar'iyyah dan
hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam ibadah maupun
dalammuamalah. Dalam ungkapan lain,
sebagaimana dijelaskan dalam sekian banyak literatur, bahwa fiqh adalah
"al-ilmu bil-ahkam asy-syar'iyyah al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha
at-tafshiliyyah", ilmu tentang hukum-hukum syari'ah praktis yang digali
dari dalil-dalilnya secara terperinci".
Terdapat
sejumlah pengecualian terkait pendefinisian ini.
Dari
"asy-syar'iyyah" (bersifat syari'at), dikecualikan ilmu tentang
hukum-hukum selain syariat, seperti ilmu tentang hukum alam, seperti gaya
gravitasi bumi.
Dari "al-amaliyyah" (bersifat praktis, diamalkan),
ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang bersifat keyakinan atau akidah, ilmu
tentang ini dikenal dengan ilmu kalam atau ilmu tauhid.
Dari
"at-tafshiliyyah" (bersifat terperinci), ilmu tentang hukum-hukum
syari'at yang didapat dari dalil-dalilnya yang "ijmali" (global),
misalkan tentang bahwasanya kalimat perintah mengandung muatan kewajiban, ilmu
tentang ini dikenal dengan ilmu ushul fiqh.
Sejarah
Fiqih
Masa
Nabi
Masa
Nabi Muhammad saw ini juga disebut sebagai periode risalah, karena pada
masa-masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode ini, permasalahan
fikih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad saw.
Sumber hukum Islam saat
itu adalah al-Qur'an dan Sunnah. Periode Risalah ini dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju
pada permasalah akidah, karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan.
Ayat-ayat yang diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan.
Setelah
hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan puasa, zakat
dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul
sebuah permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara
sepihak oleh suaminya, dan kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada
periode Madinah ini, ijtihad mulai diterapkan, walaupun pada akhirnya akan
kembali pada wahyu Allah kepada Nabi Muhammad saw.
Masa
Khulafa Rosyidin
Masa
ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada masa berdirinya
Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Sumber fikih pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan Sunnah juga ijtihad para
sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad dilakukan
pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis. Permasalahan
yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya ragam budaya dan etnis yang
masuk ke dalam agama Islam.
Pada
periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan tradisi yang
terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah masalah, para
faqih berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak
diketemukan dalil yang jelas, maka hadis
menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka para
faqih ini melakukan ijtihad.
Perkembangan
Fiqih
Masa
ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi Sufyan
sampai sekitar abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi suatu permasalahan masih
tetap sama yaitu dengan Al-Qur'an,Sunnah dan Ijtihad para
faqih. Tapi, proses musyawarah para faqih yang menghasilkan ijtihad ini
seringkali terkendala disebabkan oleh tersebar luasnya para ulama di
wilayah-wilayah yang direbut oleh Kekhalifahan Islam.
Mulailah
muncul perpecahan antara umat Islam menjadi tiga golongan yaitu Sunni, Syiah, dan Khawarij.
Perpecahan ini berpengaruh besar pada ilmu fikih, karena akan muncul banyak
sekali pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap faqih dari golongan
tersebut. Masa ini juga diwarnai dengan munculnya hadis-hadis palsu yang
menyuburkan perbedaan pendapat antara faqih.
Pada
masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas'ud mulai
menggunakan nalar dalam
berijtihad. Ibnu Mas'ud kala itu
berada di daerah Iraq yang
kebudayaannya berbeda dengan daerah Hijaz tempat
Islam awalnya bermula. Umar
bin Khattab pernah menggunakan pola yang dimana mementingkan
kemaslahatan umat dibandingkan dengan keterikatan akan makna harfiah dari kitab
suci, dan dipakai oleh para faqih termasuk Ibnu Mas'ud untuk memberi
ijtihad di daerah di mana mereka berada.
No comments:
Post a Comment