Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Monday 15 September 2014

Inilah Aqidah Salafi (Wahhabi)


Dalam, menguatkan dalil aqidah abal-abal wahhabi yaitu Alloh menetap Dan duduk di Atas arsy, mereka menggunakan hadits nuzul sebagai dalil. Ibnu Qoyim, Sowa'iq mursalah 27/45
ومما يؤكد أن الله مستو على عرشه دون الأشياء كلها ما نقله أهل الرواية عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من أحاديث النزول كقوله ينزل ربنا كل ليلة إلى سماء الدنيا
Artinya: Dalil Yang menguatkan bahwa Alloh mustawin di Atas arsy, Bukan iB Segala sesuatu adalah hadits diriwayatkan Yang Diposkan Ahli RIWAYAT Bahasa Dari Rosul SAW yaitu tentang hadits nuzul seperti sabda Nabi setiap pelelehan malam Tuhan kitd turun-Ke Langit Dunia.
Ketika ditanya mengenai siapa Yang turun-, Utsaimin menjawab bahwa Yang turun-adalah Zat Alloh. Utsaimin, Majmu 'Fatawa Wa Rosail, 1/207
(100) وسئل: هل الذي ينزل هو الله عز وجل أو لا? فأجاب بقوله: ذكرنا فيما سبق أن الذي ينزل هو الله نفسه
Artinya: Sebagaimana Yang SAYA sebutkan bahwa sesungguhnya Yang turun-adalah Zat Alloh.

Apa Makna Nuzul?
Dalam, Arsip fatwa Arabiyah Yang dikodifikasikan Dalam, Buku berjudul Fatawa Syabakah Islamiyah 7/648 Soal Ke 67,214 tertulis jawaban Atas pertanyaan makna nuzul sebagai berikut:
[السؤال] [أريد معرفة معنى التنزيل وأشكركم جزيل الشكر.]
[الفتوى] فإن التنزيل مصدر من نزل الشيء ينزله إذا نقله من أعلى إلى أسفل ,
Artinya:
(Pertanyaan) SAYA menghendaki untuk mengetahui makna tanzil Dan SAYA Ulasan Sangat berterimakasih kepada Kalian.
(Fatwa) Sesungguhnya tanzil merupakan masdar (gerund) Bahasa Dari nazala sya'ai (sesuatu turun-) zanziluhu apabila sesuatu ITU berpindah bahasa Dari Atas kebawah.

KESIMPULAN:
Ibnu Qoyyim berkata: dalil Yang memperkuat bahwa Alloh menetap Dan duduk di Atas arsy adalah hadits nuzul (Sowa'iq mursalah 27/45). Utsaimin berkata: Yang turun-adalah sas Alloh (Majmu 'Fatawa Wa Rosail, 1/207). Dalam, Arsip fatwa ulama arab disebutkan bahwa makna nuzul adalah berpindah bahasa Dari Atas Ke Bawah. (Fatawa Islamiyah 7/648 Syabakah Soal Ke 67,214)
Jadi * Menurut wahhabi Zat Alloh menetap Dan duduk di Atas arsy kemudian iB sepertiga pelelehan malam Zat Alloh lalai pintu gerbang bahasa Dari Atas Langit Ke arsy Dunia. Pertanyaannya: SAAT inisial ADA Bagian tidak Bumi Yang Tanggal Gabung mengalami sepertiga pelelehan malam. SAAT inisial dimanakah Alloh berada?
Wahabi: Andari jangan membayangkan kaifiyah nuzul Alloh.
Qosim: SAYA regular tidak membayangkan kaifiyah nuzul Alloh melainkan SAYA memahami makna nuzul. Apakah memahami makna nuzul juga regular tidak boleh?
Wahabi: boleh
Qosim: jika begitu Jawab pertanyaan Saya.
Wahabi: Zat Alloh turun-Ke Langit Dunia, Bukan berarti Zat Alloh regular tidak berada di Atas arsy.
Qosim: ITU artinya makna nuzul Bukan seperti Yang Dalam, disebutkan Arsip fatwa ulama arab yaitu berpindah bahasa Dari Atas Ke Bawah. Jika demikian, Maka pendapat Ibnu Qoyyim Dan Utsaimin adalah salat.
Wahabi: setahu SAYA Zat Alloh menetap Dan duduk di Atas arsy Dan iB sepertiga pelelehan malam Zat Alloh turun-Ke Langit Dunia.
Qosim: SAAT inisial ADA Bagian tidak Bumi Yang mengalami sepertiga pelelehan malam. Apakah Zat Alloh menetap Dan duduk di Atas arsy sekaligus turun-Ke Langit Dunia?
Wahabi: wali Saja Bisa berada di doa TEMPAT Dalam, Satu waktu. Tentu Saja Alloh juga Bisa seperti ITU.
Qosim: Sekarang jelas sudah bahwa nama dan Kembali telah menyerupakan Kholiq Artikel Baru mahluk. Andari menyerupakan sas Alloh Artikel Baru wali. Maka regular tidak salat jika SAYA menyebut nama dan Kembali sebagai kaum mujasimah.
Saya akan mengahiri dialog setelah kesimpulan berikut:
Menurut anda, dalam satu waktu Alloh bisa berada di dua tempat; di atas arsy dan di langit dunia. Dengan demikian, apakah saat ini anda akan berkata bahwa Zat Alloh ada dua? Satu di atas Arsy dan yang satunya lagi di langit dunia?
Ada tiga opsi jawaban yang harus anda pilih: iya, atau tidak dan atau tafwidh makna.
Jika anda menjawab “IYA”, berarti anda MUSYRIK. Sebab anda meyakini adanya dua zat Alloh. Yang satu menetap dan duduk di atas arsy dan yang satu lagi turun ke langit dunia.
Jika anda menjawab “TIDAK” berarti anda MUJASIMAH. Sebab anda meyakini bahwa dalam satu waktu Zat Alloh bisa berada di dua tempat seperti wali.

Jika anda tidak menjawab “IYA” maupun “TIDAK” berarti anda melakukan tafwidh makna. Jika itu anda lakukan berarti anda telah keluar dari aqidah wahhabi. Sebab, wahhabi menolak tafwidh makna. Maka saya katakan: “UDKHUL FI AQIDAH ASY’ARIYAH BISSALAM.”

Tawasul Fersi Imam Ahmad Bin Hanbal

Saya Baru membaca kitabnya Ibn Taimiyah berjudul Ar-Rod Alal Akhnai. Pada halaman 181, Ibn Tai miyah menukil ucapan Imam Ahmad tentang anjuran bertawasul dg Nabi. Redaksinya SBB:

فإذا أردت الخروج فائت المسجد وصلّ ركعتين، وودّع رسول الله صلى الله عليه وسلّم بمثل سلامك الأول، وسلّم على أبي بكر وعمر رضي الله عنهما، وحوّل وجهك إلى القبلة، وسل الله حاجتك متوسلا إليه بنبيه صلى الله عليه وسلّم تقض من الله عزّ وجلّ

Mahal Syahid:
وسل الله حاجتك متوسلا إليه بنبيه صلى الله عليه وسلّم تقض من الله عزّ وجلّ

Artinya: "....dan mintalah hajatmu kepada Alloh dengan cara bertawasul dg Nabi SAW maka hajatmu akan terpenuhi."

Pertanyaan buat member wahhabi: Apakah Ibn Taimiyah dan Imam Ahmad telah mengajarkan kemusyrikan sebab keduanya menganjurkan tawasul dg Nabi????


Thursday 13 February 2014

MAKSUD SEBENARNYA DARI SYAIKH BIN BAZZ MENGENAI ISTILAH “WAHHABIY” MENYINGKAP TADLIS QOSIM IBN ALY?


Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui, orang-orang wahhabi paling enggan disebut sebagai wahhabi. Mereka menganggap bahwa sebutan wahhabi adalah sebuah celaan. Karenanya mereka menolak disebut sebagai wahhabi.
Menanggapi fakta tersebut, saya menukil ucapan salah seorang ulama wahhabi bernama Bin Baz yang tertera dalam kitab “Fatawa Nur Aladdarob”. Pada soal nomor 6 terdapat pertanyaan mengenai penyebutan wahhabi untuk ulama Najd.
Saat menjawab pertanyaan itu, Bin Baz tidak mengingkari bahwa Wahhabi memang aliran yang dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Dia hanya menjelaskan misi dan perjalanan dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab. Kemudian Bin Baz menyatakan bahwa penamaan wahhabi adalah penamaan yang mulia dan tidak ada yang mengingkarinya.
Berikut screen shot ucapan saya:
Point dari ucapan saya adalah Bin Baz mengakui bahwa Wahhabi adalah nama yang dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Dia juga mengakui bahwa nama wahhabi adalah gelar yang mulia.
Menanggapi ucapan tersebut, Wahhabi menulis artikel bantahan berjudul “MAKSUD SEBENARNYA DARI SYAIKH BIN BAZZ MENGENAI ISTILAH “WAHHABIY” , MENYINGKAP TADLIS QOSIM IBN ALY”
Setelah saya baca berulang kali, saya menyimpulkan bahwa subtansi artikel itu ada dua point, yaitu fitnah dan tadlis (pengkaburan).

1. Fitnah Wahhabi
Fitnah yang dilakukan oleh wahhabi dalam bantah itu ada tiga, yaitu:
a. Wahhabi menfitnah saya telah memproklamirkan diri sebagai ustadz.
b. Wahhabi menfitnah saya telah melakukan tadlis atas ucapan Bin Baz.
c. Wahhabi menfitnah saya fanatic dan menjelek-jelekan ulama.

Tanggapan Saya:
ALLOHUMMA SUBHANAK, HADZA BUHTAN AZHIM. Maha Suci Engkau Ya Alloh, (ucapan Wahhabi) ini adalah kebohongan yang sangat besar.

a. Apakah saya memproklamirkan diri sebagai ustadz?
Saya belum pernah sekalipun memproklamirkan diri sebagai ustadz. Justru saya selalu menolak disebut sebagai ustadz. Semua orang yang mengenal saya, sangat mengetahui ini. Lalu bagaimana wahhabi menuduh saya seperti itu?
Mengapa wahhabi tidak menunjukan bukti berupa screen shot tetang ucapan saya yang memproklamirkan diri sebagai ustadz? Bukankah seorang penuduh harus menunjukan bukti?

b. Apakah saya melakukan tadlis atas ucapan Bin Baz?
Saya sama sekali tidak melakukan tadlis atas ucapan Bin Baz. Saya mengatakan: “Bin Baz mengakui bahwa Wahhabi adalah nama yang dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Ia juga mengakui bahwa nama wahhabi adalah gelar yang mulia sebagaimana yang akan saya jelaskan pada point ke-dua.

c. Apakah saya fanatic dan menjelek-jelekan ulama?
Mengenai fanatic, anda bisa menilainya sendiri setelah anda menyelesaikan membaca artikel ini. Adapun mengenai “menjelek-jelekan ulama”, maka saya katakana bahwa saya tidak menjelek-jelekan ulama bahkan ulama wahhabi sekalipun.
Silahkan anda lihat screen shot ucapan saya di atas. Adakah kalimat yang mengandung unsur menjelekan ulama?
Sebaliknya kita menemukan banyak sekali ucapan wahhabi yang menjelek-jelekan ulama dan umat islam. Ulama yang melakukan ziarah kubur, disebut penyembah kuburan. Ulama yang bertawasul, disebut tokoh kemusyrikan. Ulama yang merayakan maulid Nabi, disebut sesat.
Mengenai mengapa saya tidak menuliskan doa “Rohimahulloh” setelah menulis nama Muhammad Bin Abdul Wahhab, semua itu saya lakukan sebab menulis doa setelah nama seseorang adalah bid’ah. Sedangkan menurut wahhabi, setiap bid’ah adalah sesat.
Jadi apa yang saya lakukan bukan bukti bahwa saya menjelek-jelekan ulama. Melainkan bukti bahwa saya sangat menghargai pendapat ulama wahhabi terkait semua bid’ah adalah sesat. Saya tidak mau memberi doa bid’ah dibelakang nama ulama wahhabi sebagai rasa hormat saya kepada mereka.
Demikian juga saya tidak menulis kata Syekh didepan nama ulama wahhabi sebab itu adalah bid’ah. Saya ingin menghormati ulama wahhabi. Karenanya saya tidak mau memberi sesuatu yang bid’ah didepan nama ulama wahhabi.

2. Tadlis Wahhabi
Tadlis yang dilakukan oleh wahhabi dalam artikel yang digunakan untuk membantah ucapan saya ada dua, sebagai berikut:
a. Wahhabi mengatakan bahwa Bin Baz tidak mengakui penamaan Wahhabi adalah dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab.
b. Wahhabi mengatakan bahwa kesimpulan dari ucapan Bin Baz adalah ia mengatakan bahwa nama Wahhabi dinisbatkan kepada salah satu asma’ Alloh, yaitu Al-Wahhab.

Tanggapan Saya:

a. Benarkah Bin Baz tidak mengakui penamaan Wahhabi dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab?
Apa yang dikatakan oleh wahhabi adalah merupakan tadlis (pengkaburan) atas ucapan Bin Baz. Sebab dengan jelas, Bin Baz mengiyakan bahwa Wahhabi adalah nama yang dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab.
Berikut Screen Shot ucapan Bin Baz:

Dengan jelas, Bin Baz menjawab: “Laqob penamaan ini (Wahhabi-red)  masyhur (dinisbatkan) terhadap para ‘Ulama Tauhid, ‘Ulama di Najd, penamaan tersebut disandarkan oleh mereka kepada Asy-Syaikh Al-Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.”
Bin Baz sama sekali tidak menolak penisbatan tersebut. Di mana letak penolakan Bin Baz?
Adapun mengenai ucapan Bin Baz yang saya potong, -itu sengaja saya lakukan- bukan karena saya ingin membohongi umat islam atau untuk memelintir ucapan Bin Baz  sebagaimana yang dituduhkan oleh wahhabi.
Melainkan karena subtansi ucapan Bin Baz yang saya potong itu, hanya penjelasan mengenai misi dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab dan perjalanannya. Sedangkan tema yang saya bahas bukan misi dan perjalanan dakwahnya. Melainkan saya membahas kebenaran penisbatan nama wahhabi kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab.
Berikut Creen shot ucapan Bin Baz yang saya potong:
Teks yang berwarna merah menceritakan misi dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab serta perjalanannya. Saya tidak sedang membahasnya. Karena itu saya tidak menukilnya alias saya potong sebab itu bukan pembahasan saya.
Pemotongan yang saya lakukan adalah seperti pemotongan yang dilakukan oleh ulama terhadap  teks hadits “Innamal A’malu Binniyat.” Para ulama hanya menukil kalimat tersebut, padahal teks haditsnya masih panjang.
Pemotongan itu mereka lakukan karena mereka hanya membahas masalah niyat sebagaimana saya memotong ucapan Bin Baz yang menceritakan misi dan perjalanan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab. 
Pemotongan ini saya lakukan karena saya tidak membahas misi dan perjalanan dakwah Ibn Abdul Wahhab. Melainkan saya membahas kebenaran penisbatan nama wahhabi kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Pemotongan seperti ini tidak termasuk tadlis.
Setelah menceritakan misi dan perjalanan dakwah Ibn Abdul Wahhab, Bin Baz mengatakan bahwa penamaan Wahhabi adalah nama yang mulia dan tidak ada yang mengingkarinya.
Berikut Screen Shotnya:
Teks yang berwarna merah masih menceritakan misi dan perjalanan dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab. Sedangkan teks yang berwarna hijau adalah pengakuan Bin Baz bahwa nama wahhabi adalah gelar yang mulia.
Di ahir pembahasan, Bin Baz membuat kesimpulan dan mengatakan:
“Dan maqshud dari ini semuanya adalah bahwa dakwah ini dan laqab tersebut (Wahhabi-red) ditujukan kepada orang yang berdakwah menyeru kepada Tauhidullah, mengingkari syirik. Sebagian orang-orang bodoh menamakannya dengan nama “Wahhabiy” karena kebodohan mereka terhadap hakikat yang sebenarnya dan tidak adanya ‘Ilmu/Pengetahuan mereka tentangnya.”
Menurut Bin Baz, penyebutan wahhabi ditujukan kepada orang yang berdakwah kepada tauhidillah.
Saya katakan: Ulama Najd dan para pengikut Muhhamad Bin Abdul Wahhab mengaku berdakwah kepada tauhidiilah. Jadi kesimpulan Bin Baz ini merupakan pengakuan bahwa nama “WAHHABI” adalah benar-benar dinisbatkan kepada Muhhammad Bin Abdul Wahhab.

Subtansi Ucapan Bin Baz:
1. Bin Baz mengakui bahwa nama Wahhabi adalah dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab.
2. Bin Baz menceritakan misi dan perjalanan dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab.
3. Bin Baz mengakui bahwa penyebutan wahhabi adalah nama yang mulia.
4. Nama wahhabi diberikan oleh orang-orang bodoh untuk menyebut ulama najd dan seluruh pengikut Muhammad Bin Abdul Wahhab.
Dari 4 subtansi itu, saya menyimpulkan bahwa Bin Baz mengakui bahwa Wahhabi adalah nama yang dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Sebab, Bin Baz tidak membantah penisbatan itu. Bin Baz juga mengakui bahwa nama wahhabi adalah gelar yang mulia sekalipun keluar dari orang bodoh.
Dimana letak tadlis yang saya lakukan? Bukankah Bin Baz tidak menolak nama Wahhabi dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul wahhab? Bukankah setelah menceritakan misi dan perjalanan dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab, kemudian Bin Baz mengatakan bahwa nama wahhabi adalah laqob yang mulia?

Kesimpulan Wahhabi atas ucapan Bin Baz.
Wahhabi membuat 3 kesimpulan atas ucapan Bin Baz, sebagai berikut:
1. Penamaan wahhabi adalah penamaan yang mulia karena dinisbatkan kepada salah satu asma’ Alloh, yaitu Al-Wahhab.
2. Penamaan wahhabi yang dilakukan oleh orang-orang bodoh ditujukan kepada ahlu tauhid.
3. Bagi mereka Penyebutan wahhabi adalah sebuah celaan.

Tanggapan Saya:
1. Bin Baz sama sekali tidak mengatakan bahwa nama wahhabi dinisbatkan kepada salah satu asma’ Alloh. Sebagaimana yang akan saya jelaskan pada tanggapan nomor dua.

2. Kesimpulan nomor dua adalah pengakuan Bin Baz bahwa nama wahhabi dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Sebab, para pengikut Muhammad Bin Abdul Wahhab mengaku mereka adalah ahlu tauhid. Pengakuan ini meruntuhkan kesimpulan wahhabi pada point pertama.

3. Kami tidak pernah menganggap penyebutan wahhabi sebagai suatu hinaan. Justru kalian yang merasa terhina jika disebut wahhabi. Buktinya: sampai detik ini kalian masih menolak disebut wahhabi sampai-sampai melakukan tadlis atas ucapan Bin Baz.

Tadlis Wahhabi Atas Ucapan Bin Baz:
Pada point pertama saat menyimpulkan ucapan Bin Baz, wahhabi mengatakan:
“Maksud Syaikh bin Bazz bahwa Wahhabiy adalah penamaan yang mulia dan petanda orang yang dikatakan demikian adalah dari Ahlut-Tauhid karena sebenarnya Wahhabiy adalah nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), salah satu diantara Asma’ul-Husna.”
Intinya: menurut wahhabi maksud ucapan Bin Baz adalah nama wahhabi merupakan penamaan yang mulia karena dinisbatkan kepada salah satu asma’ Alloh, yaitu Al-Wahhab.
Padahal Bin Baz tidak mengatakan hal itu. Justru Bin Baz mengatakan bahwa nama wahhabi dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Kata Bin Baz:
“Laqob penamaan ini (Wahhabi-red) masyhur (dinisbatkan) terhadap para ‘Ulama Tauhid, ‘Ulama di Najd. Penamaan tersebut disandarkan oleh mereka kepada Asy-Syaikh Al-Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahmatullah ‘alaih.”
Inilah Tadlis yang dilakukan oleh wahhabi. Namun wahhabi memutar balikan fakta dan menfitnah saya telah melakukan tadlis. Dan anda tahu sendiri bahwa Wahhabi-lah yang melakukan tadlis (pengkaburan) atas ucapan Bin Baz.
Bin Baz mengakui nama wahhabi dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab sekalipun dilakukan oleh orang-orang bodoh sedangkan wahhabi mengatakan Bin Baz menolak hal itu. Dimana letak penolakannya?
Wahhabi juga mengatakan maksud ucapan Bin Baz adalah nama Wahhabi dinisbatkan kepada salah satu asma’ Alloh yaitu Al-wahhab. Di mana letak ucapan tersebut?
Inilah adalah tadlis. Tadlis yang dilakukan oleh wahhabi ini merupakan bukti bahwa sebenarnya wahhabi-lah yang fanatic. Namun mereka malah menuduh saya fanatic.
Umat islam sudah mengetahui adat wahhabi memang seperti itu. Mereka gemar menfitnah, gemar melakukan tadlis, dan gemar memutarbalikan fakta. Inilah alasan mengapa umat islam yang disebut bodoh oleh wahhabi menjauhi wahhabi.

Kesimpulan Artikel Ini

1. Saya tidak pernah memproklamirkan diri sebagai ustadz. Justru saya selalu menolak disebut sebagai ustadz. Umat islam yang mengenal saya, sangat mengetahui hal ini. Maka ketika wahhabi menuduh saya memproklamirkan diri sebagai ustadz, tuduhan ini adalah fitnah.

2. Saya tidak pernah menjelek-jelekan ulama bahkan ulama wahhabi sekalipun. Justru yang gemar menjelek-jelekan ulama adalah wahhabi. Maka ketika wahhabi menuduh saya menjelek-jelekan ulama, tuduhan ini adalah merupakan pemutar balikan fakta.

3. Saya tidak melakukan tadlis atas ucapan Bin Baz. Sebab, Bin Baz memang tidak menolak bahwa nama wahhabi dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahhab. Kemudian ia mengakui bahwa nama wahhabi adalah nama mulia sekalipun deberikan oleh orang bodoh.

4. Wahhabi menyimpulkan bahwa Bin Baz mengatakan nama wahhabi dinisbatkan kepada salah satu asma’ Alloh. Padahal Bin Baz tidak mengatakan hal itu. Ini adalah tadlis yang dilakukan oleh wahhabi atas ucapan Bin Baz.

5. Wahhabi menganggap nama “Wahhabi” digunakan oleh orang-orang bodoh untuk mencela pengikut Muhammad Bin Abdul Wahhab yang ngaku-ngaku sebagai ahlu tauhid. Padahal penamaan itu bukan untuk mencela. Melainkan fakta bahwa Muhammad Bin Abdul Wahhab adalah pencetus misi dan dakwah model wahhabi.
Jadi, bukan orang bodoh yang menggunakan nama wahhabi untuk mencela, melainkan pengikut Muhammad Bin Abdul Wahhab yang merasa dicela disebut sebagai wahhabi. Buktinya, sampai detik ini mereka tidak mau disebut sebagai wahhabi.
Intinya: Wahhabi adalah tukang fitnah, tukang tadlis, tukang pemutarbalik fakta. Inilah jawaban untuk artikel Wahhabi berjudul “MAKSUD SEBENARNYA DARI SYAIKH BIN BAZZ MENGENAI ISTILAH “WAHHABIY”, MENYINGKAP TADLIS QOSIM IBN ALY” Sebuah artikel yang ditulis dengan nada penuh kebencian yang dipenuhi dengan fitnah, tadlis, pemutarbalikan fakta, cacian dan provokatif. Sama sekali tidak sesuai dengan moto websitenya.
Ahirnya, Saya yang (menurut wahhabi) bodoh dan miskin ini, mau bertanya kepada wahhabi yang pintar dan kaya itu: “Bagaimana hukum menfitnah, melakukan tadlis, dan memutarbalikan fakta, dalam persepsi wahhabi?” Jawab wahai wahhabiyuun!!!

Friday 7 February 2014

Bid'ah

Bid’ah
Oleh : Qosim Ibn 'Aly
Ma'had Darut Tauhid, Kedungsari, Purworejo, Jawa Tengah


Kesalahan mendasar bagi orang yang menolak pembagian bid’ah yang tersebar pada orang-orang wahhabi adalah pada kenyataannya mereka sendiri tidak menolak pembagian bid’ah. Mereka tidaklah menolak pembagian bid’ah menjadi bid’ah agama dan bid’ah dunia. Mereka juga tidak menolak pembagian bid’ah menjadi bid’ah haqiqi dan bid’ah idhofi.
Namun mereka menganggap bahwa pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah tidak boleh. Mereka secara diam-diam berhayal bahwa pembagian ini dilakukan terhadap bid’ah secara syar’i. Dari hayalan inilah kemudian mereka menuduh ulama yang membagi bid’ah sebagai penentang sabda Nabi.
Kita bertanya-tanya, jika bid’ah tidak boleh dibagi, mengapa mereka nekat membagi bid’ah juga? Jika membagi bid’ah merupakan sebentuk penentangan terhadap sabda Nabi, mengapa mereka masih tetap menentang sabda tersebut?
Bagaimanapun juga, penolakan terhadap pembagian bid’ah serta pengingkaran terhadap konsep bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah adalah merupakan kesalahan yang lazim terjadi dikalangan wahhabi.
Kesalahan tersebut disebabkan oleh fanatisme tingkat tinggi yang dipertahankan menggunakan ketidak tahuan –kalau tidak boleh dikatakan kebodohan- terhadap cara memahami bid’ah hingga terlahir konsep pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah.
Ketidak tahuan itu diperparah dengan adanya doktrin yang merekat erat dalam hati orang-orang wahhabi bahwa mereka adalah para mutabi’ –kalau tidak boleh disebut muqolid- salaf yang menebar sunah dan memerangi bid’ah.
Doktrin busuk ini mempengaruhi pikiran mereka hingga menciptakan persepsi salah yang dikumandangkan menggunakan mulut-mulut bid’ah mereka bahwa mereka adalah ahlu sunah sedangkan yang tidak sejalan dengan mereka adalah ahlu bid’ah.

1. Kesepakatan

Saya persilahkan anda untuk membaca semua buku yang membahas tentang bid’ah. Saya pastikan kepada anda bahwa semua ulama sepakat atas keshohihan hadits Kullu bid’ah dholalah. Dalam sebuah hadits Rosululloh SAW pernah bersabda:
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat.”
Refrensi: Sunan Kabir, 3/206 (5963), 3/213 (6008), 3/214 (6010). Jami’ul Ushul 1/278 (67), 5/679 (3974). Muslim 2/592 (867). Kanzul Umal 1/173 (874), Musnad Ahmad 22/237 (14334), Abu Dawud 4/329 (4609), Musnad Abi Ya’la 2/418 (2111). An-Nasa’i 2/308 (1799). Shohih Ibn Khuzaimah 3/143 (1785). Ibn Majjah 1/30 (45). Al-Mustadrok 1/97 (332), Ibn Hibban 1/179. Musnad Daromi 1/289 (212). Jami’ Shoghir Li Suyuthi 1/224 (1602). Mu’jam Kabir 1/ 2 (3). Faidhul Qodir Li Manawi 1/306. Fathul Bari 4/347. Ibanah Kubro 1/336 (298) dan lain-lain.
Semua orang tahu bahwa Rosululloh SAW menegaskan “Setiap bid’ah adalah sesat.” Namun siapa yang tahu penjelasan beliau mengenai bid’ah? Adakah hadits yang menjelaskan bahwa bid’ah secara bahasa adalah begini…. Sedangkan bid’ah secara istilah adalah begini….
Tidak ada satupun hadits yang menjelaskan pengertian bid’ah. Mari kita tanya sahabat Nabi. Barang kali ada yang menjelaskannya. Ibn Umar RA berkata:
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat sekalipun manusia melihatnya bagus.”
Refrensi: Al-Barohin Ala Ala Bid’ah Hasanah Fiddin 1/12, Al-Ibanah Al-Kubro 1/339, Fathul Qowi Al-Matin 1/98, Syarah Sunan Abu Dawud 1/ 2, Takhrijul Ahadits Ihya’ Ulumiddin 1/223, Itba’ Walabtida’ 1/17, Al-Ba’its Ala Inkaril Bida’ 1/17, Ahadits Fi Dzamil Kalam Wa Ahlihi, 2/126, I’tiqodu Ahli Sunah 1/92, Kitabut Tamasuk Bissunan 1/22, dan lain-lain.
Semua orang tahu bahwa Ibn Umar mengatakan hal itu. Namun siapa yang tahu penjelasan beliau mengenai bid’ah? Apakah beliau pernah menjelaskan bahwa bid’ah secara bahasa adalah begini…. Sedangkan bid’ah secara istilah adalah begini….
Tidak ada satupun riwayat dari beliau yang menjelaskan bid’ah. Mari kita tanya sahabat Nabi yang lain. Barang kali ada yang menjelaskannya. Abdulloh Bin Mas’ud berkata:
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم وكل بدعة ضلاله
Artinya: “Ikutilah dan jangan membuat bid’ah maka kalian akan tercukupi. Dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Semua orang tahu bahwa Ibn Mas’ud mengatakan hal itu. Namun siapa yang tahu penjelasan beliau mengenai bid’ah? Apakah beliau pernah menjelaskan bahwa bid’ah secara bahasa adalah begini…. Sedangkan bid’ah secara istilah adalah begini….

2. Penjelasan Ulama

Menyadari bahwa Nabi dan para sahabat Nabi tidak menjelaskan pengertian bid’ah yang dikehendaki sebagai bid’ah yang sesat, maka selanjutnya para ulama menjelaskan maksud hadits dan ucapan para sahabat itu. Mereka menjelaskan pengertian bid’ah secara lighowi dan bid’ah secara syar’i.
Bid’ah secara lughowi adalah setiap hal baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Sedangkan bid’ah secara syar’i adalah setiap amalan baru yang bertentangan dengan Al-Quran, Hadits, dan ijma’.
Refrensi: (DR. Ali Bin Nashir As-Salafi Al-Wahhabi, Al-Bid’ah Dhowabithuha Wa Atsaruha As-Sayyi’ Hlm. 8, Sholih Bin Abdul Aziz, Assunah Walbid’ah hlm. 6, Abu Mu’adz, Al-Barohin Ala Ala Bid’ah Fiddin, hlm. 29, Muhammad Bin Husain, Qowa’idu Ma’rifatil Bida’ hlm. 4, Abdulloh Bin Abdul Aziz Bin Ahmad, Al-Bida’ Al-Hauliyah hlm 10)
 Nabi dan Sahabat tidak pernah menjelaskan pengertian bid’ah secara lughowi dan secara syar’i, apakah kemudian anda akan menyebut penjelasan tentang pengertian bid’ah sebagai bid’ah yang sesat?
Tentu saja anda akan mengatakan bahwa penjelasan itu bukan bid’ah yang sesat sekalipun Nabi dan sahabat beliau tidak pernah menjelaskannya. Itu artinya, tidak semua perkara yang tidak dijelaskan oleh Nabi dan sahabat sebagai perkara yang sesat. Karenanya kita boleh mengikuti penjelasan ulama terkait pengertian bid’ah.

3. Cara Memahami Bid’ah
Dari pengertian bid’ah yang dijelaskan oleh ulama di atas, maka bid’ah dapat dipahami dari duasegi. Pertama, segi lughowi. Kedua, segi syar’i.
Seluruh ulama sepakat bahwa bid’ah dilihat dari segi syar’i, semua secara keseluruhan adalah sesat dan tidak boleh diamalkan. Hanya saja mereka berbeda dalam menamai bid’ah tersebut. Ada yang hanya menyebutnya sebagai bid’ah. Ada yang menyebutnya sebagai bid’ah madzmumah. Ada yang menyebutnya sebagai bid’ah haqiqi dan ada yang menyebutnya sebagai bid’ah sayyi’ah.
Sementara bid’ah dilihat dari segi lughowi memiliki dua criteria; bid’ah yang sejalan dengan syari’at dan bid’ah yang bertentangan dengan syari’at.
a. Bid’ah Yang Sejalan Dengan Syari’at
Maksud bid’ah yang sejalan dengan syariat adalah setiap amalan yang tidak ada contoh sebelumnya dari Nabi, sahabat dan ulama salaf  tetapi amalan tersebut berada di bawah naungan syariat atau dengan kata lain berada dalam keumuman suatu dalil.
b. Bid’ah Yang Bertentangan Dengan Syari’at
Maksudnya bid’ah yang bertentangan dengan syariat adalah setiap amalan baru yang mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh syari’at atau menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh syari’at.

4. Perbedaan Dalam Memberi Nama.

Seluruh ulama sepakat bahwa bid’ah dengan criteria pertama, boleh dilakukan dan tidak sesat. Hanya saja mereka berbeda dalam menamainya. Imam Malik tidak menyebutnya sebagai bid’ah. Imam Syafi’i menyebutnya sebagai bid’ah Mahmudah. Ibn Hajar menyebutnya sebagai bid’ah hasanah. Syatibi menyebutnya sebagai bid’ah idhofi.
Seluruh ulama juga sepakat bahwa bid’ah dengan criteria kedua, tidak boleh dilakukan dan sesat. Hanya saja mereka berbeda dalam menamainya. Imam Malik menyebutnya sebagai bid’ah tanpa memberi qoyyid. Imam Syafi’i menyebutnya sebagai bid’ah madzmumah. Ibn Hajar menyebutnya sebagai bid’ah sayyiah. Syatibi menyebutnya sebagai bid’ah haqiqi.
Dari sinilah konsep pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah terbentuk. Terbentuknya konsep tersebut didasari analisa terhadap pengertian bid’ah secara lughowi.

Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dalam kitab Minhajus Salaf Fi Fahmin Nushsush Bainan Nazhriyah Watathbiq menukil penjelasan ulama ahlu sunah waljamaah terkait masalah ini kemudian beliau membuat kesimpulan bahwa pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah adalah pembagian secara lughowi. Pada halam 352 beliau berkata:
وبهذا البيان يظهر لنا أن تقسيم البدعة والمحدث إلى حسن وسيئ هو تقسيم لهما بإلإطلاق اللغوي لا شرعي .
Artinya: “Dengan penjelasan ini jelas bagi kami bahwa pembagian bid’ah dan hal baru menjadi hasan dan sayyi’ adalah merupakan pembagian secara lughowi. Bukan secara syar’i.”

5. Persepsi Yang Salah

Perbedaan penamaan dikalangan ulama terhadap bid’ah yang bertentangan dengan syariat sama sekali tidak menghilangkan subtansi kesepakat atas dibolehkannya melakukan amalan bid’ah yang sejalan dengan syariat.
Akan tetapi para ulama wahhabi melakukan tadlis (pengkaburan) untuk menipu umat islam dengan menggunakan hayalan mereka agar umat islam terjebak dalam pemikiran wahhabi yang super cupet, sangat kerdil dan kaku itu. Mereka berhayal bahwa pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah dilakukan terhadap bid’ah dilihat dari segi syariat.
Persepsi yang salah dari ulama wahhabi inilah yang menyebabkan perdebatan tidak kunjung usai selama ratusan tahun hingga melahirkan ratusan buku dan ribuan artikel yang isinya hanya muter-muter.
Untuk menutupi tadlis dan penipuan tersebut, mereka menggunakan sabda nabi, kalam sahabat beliau dan ucapan ulama salaf bahwa mereka semua mengatakan kullu bid’ah dholalah.
Orang-orang bodoh dan gebleg yang tidak mengerti bagaimana cara ulama memahami bid’ah serta tidak tahu bagaimana konsep pembagian bid’ah, dengan mudah tertipu dan terjebak dalam tadlis dan penipuan yang dilakukan oleh ulama wahhabi itu.


Dengan berdasarkan pada kebodohan dan kegeblegan itu, mereka membuat statemen lucu dan pertanyaan retorika. Mereka berkata: “Kami tidak mengikuti ulama. Kami hanya mengikuti Nabi. Nabi mengatakan setiap bid’ah adalah sesat. Sedangkan ulama malah mengatakan tidak semua bid’ah itu sesat. Apakah kalian akan meninggalkan ucapan Nabi yang maksum dan lebih memilih ucapan ulama yang tidak maksum?”
Kepada mereka saya katakan: “Memang Nabi adalah manusia maksum sedangkan ulama tidak maksum. Hanya saja, ulama yang tidak maksum itu berusaha menjelaskan maksud ucapan nabi yang maksum. Karenanya saya mengikuti ulama. Sebab Alloh dan Rosul-Nya memerintah umat islam agar mengikuti ulama.
Sekarang saya mau tanya, jika ada amalan yang tidak ada contoh sebelumnya namun amalan tersebut sesuai dengan syariat dilihat dari keumuman suatu dalil, maka apakah nabi pernah mengatakan bahwa amalan tersebut adalah bid’ah yang sesat? Jika pernah, silahkan kalian tunjukan riwayatnya.
Jika anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya lengkap dengan haditsnya, maka saya mau tanya mengapa kalian mengikuti ulama yang memiliki persepsi salah terkait pembagian bid’ah menjadi hasanah dan sayyiah bahwa pembagian tersebut dilakukan terhadap bid’ah secara syar’i? Bukankah kalian telah membuat statemen bahwa kalian hanya mengikuti Nabi dan tidak mengikuti ulama?


 
Support : Qosim Ibn Aly | Islamic Defenders Community
Copyright © 2013. Golek Surgo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Aliy Faizal
Proudly powered by Blogger