Akhir-akhir
ini diantara ulama yang dibanggakan dan dijuluki oleh golongan Wahabi/Salafi
sebagai Imam Muhadditsin (Imam para ahli hadits) yaitu Syeikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani karena menurut mereka ilmunya tentang hadits bagaikan
samudera tanpa bertepi.
Beliau
lahir dikota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M. Begitu juga Syekh Abdul
Aziz bin Abdullah Bin Baz di Saudi Arabia. Ada juga dari golongan Salafi ini
berkata bahwa al-Albani sederajad dengan Imam Bukhori pada zamannya. Sehingga
semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan dan sebagainya, oleh beliau
ini, sudah pasti lebih mendekati kebenaran.
Bagi
ulama-ulama Ahlu sunahsunnah, julukan dan pujian golongan Wahabi/Salafi
terhadap Al-Albani tidak ada masalahnya. Hanya sekarang yang dimasalahkan
adalah penemuan ulama-ulama ahli hadits dari berbagai madzhab. Di antaranya adalah
Hasan Ali Assegaf dari jordania.
Beliau
menulis kitab Tanaqudlaat Albany al-Waadlihah fiima waqo’a fi tashhihi
al-Ahaadiits wa tadl.iifiha min akhtho wa gholath (Kontradiksi Al-Albani yang
nyata terhadap penshahihan hadits-hadits dan pendhaifannya yang salah dan
keliru) yang isinya dalah catatan –catatan tentang keslahan al-bani dan
kontradiksinya.
Bagi
para pembaca yang ingin membaca seluruh isi buku Syeikh Seggaf ini dan berminat
untuk memiliki buku aslinya bisa menulis surat pada alamat: IMAM AL-NAWAWI
HOUSE POSTBUS 925393 AMMAN, JORDAN. (Biaya untuk jilid 1 ialah US$ 4,00 belum
termasuk ongkos pengiriman (via kapal laut) dan biaya untuk jilid 2 ialah US$
7, 00 belum termasuk ongkos pengiriman (via kapal laut). Biaya bisa selalu
berubah.
Kami
mengetahui setiap manusia tidak luput dari kesalahan walaupun para imam atau
ulama pakar kecuali Rasulallah saw. yang maksum. Tujuan kami mengutip
kesalahan-kesalahan Syeikh Al-Albani ini bukan untuk memecah belah antara
muslimin tapi tidak lain adalah untuk lebih meyakinkan para pembaca bahwa
Syeikh ini sendiri masih banyak kesalahan dan belum yakin serta masih belum
banyak mengetahui mengenai hadits karena masih banyak kontradiksi yang beliau
kutip didalam buku-bukunya.
Dengan
demikian hadits atau riwayat yang dilemahkan, dipalsukan dan sebagainya oleh
Syeikh ini serta pengikut-pengikutnya tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya,
harus diteliti dan diperiksa lagi oleh ulama madzhab lainnya.
Contoh-contoh
kesalahan
Syeikh
Albani ini yaitu umpamanya disatu halaman atau bukunya mengatakan hadits ini Lemah
tapi dihalaman atau dibuku lainnya mengatakan hadits (yangsama itu) hohih atau
Hasan. Begitu juga beliau disatu buku atau halaman mengatakan bahwa perawi ini
adalah tidak bisa dipercaya, banyak membuat kesalahan dan sebagainya, tapi
dibuku atau halaman lainnya beliau mengatakan bahwa perawi (yang sama ini)
Dapat Dipercaya dan Baik.
Begitu
juga beliau disatu halaman atau bukunya memuji-muji perawi atau ulama. Tapi
dibuku atau halaman lainnya beliau ini mencela perawi atau ulama (yang sama tersebut).
Juga diantara ulama-ulama pengeritik Al-Albani ini ada yang berkata; “Kontradiksi
tentang hadits Nabi saw. itu atau perubahan pendapat juga pada empat ulama
pakar yang terkenal (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hanbali)
atau ulama lainnya!
Perubahan
pendapat empat ulama ini biasanya yang berkaitan dengan pendapat atau
ijtihadnya sendiri. Misalnya; Disalah satu kitab mereka membolehkan suatu
masalah sedangkan pada kitab lainnya memakruhkan atau mengharamkan masalah ini
atau sebaliknya.
Perubahan
pendapat ulama ini kebanyakan tidak ada sangkut pautnya dengan hadits yang
mereka kemukakan sebelum dan sesudahnya, tapi kebanyakan yang bersangkutan
dengan pendapat atau ijtihadnya sendiri waktu mengartikan hadits yang
bersangkutan tersebut.
Seandainya
diketemukan adanya kontradiksi mengenai hadits yang disebutkan ulama ini pada
kitabnya yang satu dengan kitabnya yang lain, maka kontradiksi ini tidak akan
kita dapati melebihi dari 10 hadits. Jadi bukan ratusan yang diketemukan!
Tapi
yang lebih aneh lagi ulama golongan Salafi (baca:Wahabi) tetap mempunyai
keyakinan tidak ada kontradiksi atau kesalahan dalam hadits yang dikemukakan
oleh al-AlBani tersebut tapi lebih merupakan ralat, koreksi atau rujukan.
Sebagaimana
alasan yang mereka ungkapkan sebagai berikut; umpama al-Albani menetapkan dalam
kitabnya suatu hadits kemudian dalam kitab beliau lainnya menyalahi dengan
kitab yang pertama ini bisa dikatakan bahwa dia meralat atau merujuk hal
tersebut!
Alasan
ini baik oleh ulama maupun awam (bukan ulama) tidak bisa diterima baik secara
aqli (akal) maupun naqli (menurut nash). Seorang yang dijuluki ulama pakar oleh
sekte Wahabi dan sebagai Imam Muhadditsin karena ilmu haditsnya seperti samudra
yang tidak bertepian, seharusnya sebelum menulis satu hadits, beliau harus tahu
dan meneliti lebih dalam apakah hadits yang akan ditulis tersebut shohih atau
lemah, terputus dan sebagainya.
Sehingga
tidak memerlukan ralatan yang begitu banyak lagi pada kitabnya yang lain.
Apalagi ralatan tersebut yang diketemukan para ulama bukan puluhan tapi
ratusan!!
Sebenarnya
yang bisa dianggap sebagai ralatan yaitu bila sipenulis menyatakan dibukunya
sebagai berikut; hadits ...yang saya sebutkan pada kitab …. Sebenarnya bukan sebagai
hadits dhoif, maudhu dan sebagainya) tapi sebagai hadits….shohih dan sebagainya.
Dalam
katakata semacam ini jelas si penulis telah mengakui kesalahannya serta meralat
pada kitabnya yang lain. Selama hal tersebut tidak dilakukan maka ini berarti
bukan ralatan atau rujukan tapi kesalahan dan kekurang telitian si penulis.
Golongan
Salafi/Wahabi ini bukan hanya tidak mau menerima keritikan ulama-ulama yang
tidak sependapat dengan keyakinan ulama mereka, malah justru sebaliknya
mengecam pribadi ulama-ulama yang mengeritik ini sebagai orang yang bodoh,
golongan zindik, tidak mengerti bahasa Arab, dan lain sebagainya.
Mereka
juga menulis hadits-hadits Nabi saw. Dan wejangan ulama-ulamanya untuk menjawab
kritikan ini tetapi sebagian isinya tidak ada sangkut pautnya dengan kritikan
yang diajukan oleh para ulama madzhab, selain madzhab Salafi (baca:Wahabi)
ini!!
Alangkah
baiknya kalau golongan Salafi ini tidak mencela siapa/bagaimana pribadi ulama
pengeritik itu, tapi mereka langsung membahas atau menjawab satu persatu dengan
dalil yang aqli dan naqli masalah yang dikritik tersebut.
Sehingga
bila jawabannya itu benar maka sudah pasti ulama-ulama pengeritik ini dan para
pembaca akan menerima jawaban golongan Wahabi dengan baik. Ini tidak lain
karena ke egoisan dan kefanatikan pada ulamanya sendiri sehingga mereka tidak
mau terima semua keritikan-keritikan tersebut. Mereka berusaha dengan jalan apapun
untuk membenarkan riwayat-riwayat atau nash baik yang dikutip oleh al-Albani
maupun ulama mereka lainnya.
Sayang
sekali golongan Salafi ini merasa dirinya yang paling pandai memahami ayat
al-Qur.an dan Sunnah, paling suci, dan merasa satu-satunya golongan yang
memurnikan agama Islam dan sebagainya. Dengan demikian mudah mensesatkan,
mensyirikkan sesama muslimin yang tidak sepaham dengan pendapatnya.
syukron kang..
ReplyDelete