Banyak
pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar yang masuk ke dalam
Islam. Sebagian penulis misalnya ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal
dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan material.
Ada
pula yang mengatakan bahwa tasawuf timbul atas pengaruh ajaran Hindu dan
disebutkan pula bahwa ajaran tasawuf berasal dari filsafat Phytagoras dengan
ajaran-ajarannya yang meninggalkan kehidupan material dan memasuki kehidupan
kontemplasi.
Dikatakan
pula bahwa tasawuf masuk ke dalam Islam karena pengaruh filsafat Plotinus.
Disebutkan bahwa menurut filsafat emanasi Plotinus bahwa roh memancar dari zat
Tuhan dan kemudian akan kembali kepada-Nya. Tetapi dengan masuknya roh ke alam
materi, ia menjadi kotor, dan untuk dapat kembali ke tempat Yang Maha Suci,
terlebih dahulu ia harus disucikan.
Tuhan
Maha Suci dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci, dan
pensucian roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin dan kalau bisa hendaknya bersatu
dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.
Namun
demikian, terlepas atau tidak adanya pengaruh dari luar itu, yang jelas bahwa
dalam sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan hadits terdapat ajaran yang dapat
membawa kepada timbulnya tasawuf.
Paham
bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dalam mistisisme
ternyata ada di dalam Al-Qur’an dan hadits. Ayat 186 Surat Al-Baqarah misalnya
menyatakan :
وَاِذَى سَاَلكَ عِبَادِى عَنِّيْ فَاِنـّيْ قَرِ يْبٌ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَادَعَانِ
Artinya : “Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku. Aku adalah dekat. Aku mengabulkan seruan orang memanggil jika ia panggil Aku” (QS. Al-Baqarah : 186)
Kata دعا yang terdapat dalam ayat di atas oleh sufi diartikan bukan berdoa dalam arti yang lazim dipakai, melainkan dengan arti berseru atau memanggil. Tuhan mereka panggil dan Tuhan memperhatikan diri-Nya kepada mereka.
Bagi kaum sufi ayat ini mengandung arti bahwa di mana saja Tuhan ada dan dapat dijumpai.
Selanjutnya dalam hadits dinyatakan :
مَنْ عَرَ فَ نـَفْسَهُ فَقَدْ عَرَف َالله
“Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal kepada Tuhan”
Hadits lain juga mempunyai pengaruh kepada timbulnya paham tasawuf adalah hadits qudsi yang artinya :
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin kenal, maka Kuciptakanlah makhluk dan mereka pun kenal pada-Ku melalui diri-Ku”
Menurut hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhluk-Nya, dan pengetahuan yang lebih tinggi ialah mengetahui Tuhan melalui diri-Nya.
Tahanuts yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Gua Hira merupakan cahaya pertama dan utama bagi nur tasawuf, karena itulah benih pertama bagi kehidupan rohaniah. Di dalam mengingat Allah serta memuja-Nya di Gua Hira, putuslah ingatan dan tali rasa beliau dengan segala makhluk lainnya.
Di
situ pula berawalnya Nabi Muhammad mendapat hidayah, membersihkan diri dan
mensucikan jiwa dari noda-noda penyakit yang menghinggapi sukma, bahkan sewaktu
itu pulalah berpuncaknya kebesaran, kesempurnaan, dan kemuliaan jiwa Muhammad
Saw. dan membedakan beliau dari kebiasaan hidup manusia biasa.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap peri kehidupan beliau menjadi tumpuan masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun pada dirinya, bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering airnya kendatipun diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air.
Amal
ibadah beliau tiada tara bandingannya. Dalam sehari semalam Rasulullah minimal
membaca istighfar minimal 70 kali, shalat fardhu, rawatib serta shalat dhuha
yang tidak kurang dari delapan rakaat setiap hari. Shalat tahajjud beliau tidak
lebih dari sebelas rakaat, dan lama sujudnya sama dengan lamanya sahabat
membaca lima puluh ayat. Shalat beliau yang khusuk dan tuma’ninah amat
sempurna. Dalam berdoa, perasaan khauf dan raja’ selalu dinampakkan Rasulullah
dengan tangis dan sedu sedannya.
Masih banyak lagi amalan Rasulullah yang menunjukkan ketasawufannya. Apa yang dikemukakan di atas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa amalan tasawuf ternyata sudah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.
Pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya, baik bagi sahabat dekat maupun sahabat yang jauh. Tumpuan perhatian mereka senantiasa ditujukan untuk mengetahui segala sifat, sikap dan tindakan Rasulullah, sehingga para sahabat tersebut dapat pula memantulkan cahaya yang mereka terima kepada orang yang ada di sekitarnya dan generasi selanjutnya.
Amalan
tasawuf sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah itu juga diikuti oleh para
sahabatnya. Abu Bakar Ash-Shiddieq misalnya, pernah hidup dengan sehelai kain
saja. Dalam beribadat kepada Allah Swt. karena khusu dan tawadhu’nya
sampai dari mulutnya tercium bau limpanya, karena terbakar oleh rasa takut
kepada Allah. Pada malam hari ia beribadat dengan membaca Al-Qur’an sepanjang
malam.
Umar bin Khattab dikenal dengan keadilan dan amanahnya yang luar biasa. Ia pernah berpidato di hadapan orang banyak, sedangkan di dalam pakaiannya terdapat dua belas tambalan dan dia tidak memiliki kain yang lainnya.
Usman bin Affan dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan pemalu, dan meskipun ia juga dikenal sebagai seorang sahabat yang tekun mencari rezeki, tetapi iapun terkenal sebagai pemurah, sehingga tidak sedikit kekayaannya digunakan untuk menolong perjuangan Islam.
Sahabat selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang tidak peduli terhadap pakaiannya yang robek dan menjahitnya sendiri.
Beberapa tokoh besar dalam sufi adalah : Rabi’ah al-Adawiyah, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansur al-Hajjaj, dan Al-Ghazali.
Demikian fakta sejarah berbicara tentang kehidupan yang dipraktekkan oleh orang-orang yang bertasawuf, meninggalkan kemegahan dunia dan hanya mengabdikan diri untuk akhiratnya.
No comments:
Post a Comment