Pengertian Tasawuf
Kata
tasawuf diambil dari kata shafa yang berarti bersih. Dinamakan shufi karena
hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhannya. Teori lain mengatakan bahwa kata
tersebut diambil dari kata Shuffah yang berarti serambi Masjid Nabawi di
Madinah yang ditempati oleh sahabat-sahabat Nabi yang miskin dari golongan
Muhajirin.
Mereka
disebut ahl as-shuffah yang sungguh pun miskin namun berhati mulia dan memang
sifat tidak mementingkan kepentingan dunia dan berhati mulia adalah sifat-sifat
kaum sufi/ teori lainnya menegaskan bahwa kata sufi diambil dari kata suf yaitu
kain yang dibuat dari bulu atau wool, dan kaum sufi memilih memakai wool yang
kasar sebagai simbol kesederhanaan.
Dari berbagai teori di atas, tampak bisa dipahami bahwa sufi dapat dihubungkan dengan dua aspek, yaitu aspek lahiriyah dan bathiniyah. Teori yang menghubungkan orang yang menjalani kehidupan tasawuf dengan orang yang berada di serambi masjid dan bulu domba merupakan tinjauan aspek lahiriyah dari shufi.
Ia
dianggap sebagai orang yang telah meninggalkan dunia dan hasrat jasmani, dan
menggunakan benda-benda di dunia hanya untuk sekedar menghindarkan diri dari
kepanasan, kedinginan dan kelaparan. Sedangkan teori yang melihat sufi sebagai
orang yang mendapat keistimewaan di hadapan Tuhan nampak lebih memberatkan pada
aspek bathiniyah.
Tasawuf sebagaimana disebutkan dalam artinya di atas bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan, dan intisari dari sufisme itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan.
Dalam ajaran tasawuf, seorang sufi tidak begitu saja dapat berada dekat dengan Tuhan, melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh latihan tertentu. Ia misalnya harus menempuh beberapa maqam (stasiun), yaitu disiplin kerohanian yang ditujukan oleh seorang calon sufi dalam bentuk berbagai pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu.
Mengenai jumlah maqamat yang harus ditempuh oleh para sufi berbeda-beda sesuai dengan pengalaman pribadi yang bersangkutan. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadzi misalnya, mengemukakan beberapa mawamat, yaitu : taubat, zuhud, sabar, al-faqr, al-tawadlu’, taqwa, tawakkal, al-ridla, al-mahabbah, al-ma’rifat dan kerelaan hati.
No comments:
Post a Comment