Kemaren
saya menulis artikel berjudul Adakah Kesalahan Fatal Di Balik Buku Harun Yahya? (Inilah
Jawabannya) . Tujuan penulisan itu adalah untuk membela pernyataan Adnan Oktar
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Harun Yahya tentang Alloh bahwa Alloh
berada di mana-mana, Alloh meliputi segala sesuatu; meliputi yang batin dan
yang Zhohir, dan Alloh tak dapat disentuh menggunakan penglihatan mata.
Namun
Abu Hudzaifah (Wahhabi) menyalahkan pernyataan tersebut dengan menjadikan
pemahaman wahhabi sebagai standar kebenaran kemudian menuduh pernyataan Harun
Yahya itu sebagai ucapan shufi, jahmiyah dan mu’tazilah.
Dalam
artikel yang saya tulis kemaren, saya mengatan bahwa pernyataan Harun Yahya
bukan ucapan shufi, jahmiyah maupun mu’tazilah. Pembelaan saya ini tidak
berdasarkan pendapat madzhab yang saya ikuti. Sebab, madzhab yang saya ikuti
berpendapat bahwa Alloh Ada tanpa tempat.
Pembelaan
yang saya lakukan adalah berdasarkan Al-Quran sebelum diinterprestasikan oleh
ulama dan sebelum dibingkai dalam pemahaman madzhab. Atas dasar ini saya
menyatakan bahwa pernyataan Harun Yahya telah sesuai dengan Al-Quran.
Wahhabi
yang terkenal fanatic itu membatah pembelaan saya. Namun sayang, dalam
membantah, wahhabi tidak menggunakan ilmu sehingga ia hanya mengulang ucapan
Abu Hudzaifah yang telah saya bantah itu. Apakah yang seperti itu layak disebut
sebagai bantahan?
Dalam
artikel ini saya ingin menjelaskan alasan mengapa saya membela pernyataan Harun
Yahya. Alasannya adalah karena pernyataan Harun Yahya itu ditujukan untuk orang
atheis yang jelas-jelas kafirnya.
Harun
Yahya ingin membuktikan kepada para Darwinisme bahwa Tuhan benar-benar ada
dengan menggunakan Al-Quran. Pernyataannya itu bukan untuk membahas masalah
antar madzhab. Dengan kata lain, ia ingin menunjukan bahwa Al-Quran mengakui
eksistensi Tuhan yang dapat dibuktikan secara ilmiyah.
Hal
yang perlu diperhatikan dalam buku ini adalah Harun Yahya tidak membahas
perbedaan pendapat madzhab-madzhab (masalah internal) dalam islam. Sebab lawan yang
ia hadapi adalah darwinisme yang anti tuhan itu (masalah eksternal) dengan menggunakan
Al-Quran.
Jadi,
jika ada orang yang menyalahkan pernyataan Harun Yahya menggunakan pendapat
madzhab, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut salah dalam menempatkan
pembahasan. Orang tersebut seperti orang munafiq yang menyalahkan umat islam
saat perang uhud.
Telah
maklum bahwa masalah eksternal tidak sama dengan masalah internal. Ketidak samaan
ini menuntut adanya penanganan yang berbeda. Semua umat islam tahu hal ini
termasuk Harun Yahya.
Karenanya,
ketika ia menyatakan bahwa Alloh berada di mana-mana dan melingkupi segala
sesuatu, ia memberi kode berupa tanda kutip sebagai syarat bahwa dalam
pernyataannya itu terdapat khilafiyah dalam madzhab-madzhab islam.
Berikut
teks asli buku EVOLUTION DECEIT
hal. 189:
“Consequently it is impossible to conceive Allah as a separate
being outside this whole mass of matter (i.e the world) Allah is surely
“everywhere” and “encompasses all”.
Artinya : “Maka dari itu, merupakan suatu hal
yang mustahil untuk memahami Allah sebagai suatu Dzat yang terpisah dari
keseluruhan massa partikel/materi (yaitu dunia), Allah secara pasti “berada di mana-mana” dan “meliputi segala
sesuatu.”
Perhatikan kalimat “everywhere” and “encompasses all”. Kedua kalimat itu diberi tanda
kutip yang tidak diberikan pada kalimat yang lain. Ini adalah kode bahwa dalam
hal itu ada masalah khilafiyah antar madzhab (masalah intern) dalam islam.
Harun Yahya tidak perlu menjelaskan masalah khilafiyah
antar madzhab sebab lawan yang sedang ia hadapi adalah Darwinisme yang atheis itu. Mengapa tidak perlu?
Sebab orang atheis tidak memerlukannya. Yang diperlukan oleh mereka hanya
pembuktian bahwa Tuhan Ada. Pembuktian inilah yang menjadi tujuan Harun Yahya
dalam buku itu.
Langkah yang dilakukan oleh Harun Yahya
adalah ide cemerlang. Seandainya ia menjelaskan masalah khilafiyah tersebut,
niscaya hal itu justru akan membuat orang atheis semakin ingkar terhadap adanya
Tuhan. Mengapa? Sebab bagi mereka keyakinan adanya Tuhan atau “beragama” merupakan
sebuah masalah. Karl Marc menyebutnya sebagai candu masyarakat. Jika dalam
memahami Tuhan terdapat khilafiyah, maka bagi atheis ini merupakan masalah baru
yang berbeda dengan masalah yang tadi.
Maka seandainya Harun Yahya menjelaskan
masalah khilafiyah itu, justru akan menorehkan sebuah keyakinan dalam hati
atheis bahwa meyakini adanya tuhan adalah merupakan masalah di atas masalah. Dengan
mudah mereka akan menyangkal: “Buat apa kami bertuhan jika dalam memahami tuhan
terdapat masalah.”
Walhasil, tujuan penulisan buku EVOLUTION
DECEIT adalah untuk mengatasi masalah eksternal yakni masalah Darwinisme yang
atheis. Harun Yahya menggunakan Al-Quran untuk membuktikan adanya Tuhan. Karenanya,
ia membuat pernyataan sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Al-Quran sebelum
diinterprestasikan (Tafsir). Sebelum diinterprestasikan, Al-Quran menyatakan
bahwa Alloh berada di mana-mana dan meliputi segala sesuatu.
Harun
Yahya berkata: Allah is surely “everywhere” (Alloh berada di mana-mana). Ucapan ini sesuai
dengan firman Alloh dalam Al-Baqoroh: 115 dan Al-Hadid : 4. Harun Yahya berkata: and “encompasses all”. Ucapan ini sesuai dengan Firman Alloh dalam An-Nisa:
126 dan Fushilat: 54.
Untuk
sementara mari kita lupakan interprestasi ulama yang diberikan oleh ulama atas
ayat-ayat di atas. kita buang jauh-jauh fanatisme madzhab yang justru mencekik
islam.
Jika
hal itu kita lakukan, maka kita akan tahu bahwa ucapan Harun Yahya adalah benar
dan telah sesuai dengan Al-Quran sebagaimana yang saya katakan. Ucapannya bukan
ucapan shufi, jahmiyah ataupun mu’tazilah sebagaimana yang wahhabi tuduhkan.
Bukankah
Al-Baqoroh : 115 menyatakan bahwa kemanapun kita menghadap
maka di situlah Wajhulloh? Bukankah Al-Hadid : 4 menyatakan bahwa Alloh bersama kalian di manapun kalian berada? Dan bukankah An-Nisa: 126 dan Fushilat: 54 menyatakan bahwa Alloh meliputi segala hal?
Terlepas
dari interprestasi ulama dan pendapat madzhab, ayat tersebut menunjukan bahwa
Alloh Ada di mana-mana dan meliputi segala sesuatu. Harun Yahya berkata: Allah is surely “everywhere” and “encompasses all”. Maka
runtuhlah idiolgi Darwinisme yang menolak adanya Tuhan.
Sekalipun
demikian, kata Harun Yahya : “That is, we cannot
perceive Allah’s existence with our eyes,.. (Artinya : “Oleh karena itulah, kita tidak dapat
membayangkan keberadaan Allah dengan mata kita,..). Ucapan ini sesuai
dengan firman Alloh dalam Al-An’am
: 103:
لَا
تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ
Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
dapat melihat penglihatan..”
Oleh karena itulah saya membela pernyataan Harun Yahya sebab
pernyataannya telah sesuai dengan Al-Quran terlepas dari interprestasi ulama
dan pendapat madzhab. Sebab, pernyataan itu telah meruntuhkan idiologi
Darwinisme.
Pertanyaan saya buat wahhabi: Apakah kalian akan membantu
Darwinisme yang atheis itu -dengan menyalahkan pernyataan Harun Yahya-
menggunakan fanatisme madzhab yang kalian pertahankan dengan kebodohan dan
kedunguan hingga membutakan hati kalian?
Belajar aqidah, klo pakai logika pasti akan sesat..
ReplyDeleteKetika ditanya dimana Allah? Jawabannya Allah di atas langit,
kalau Allah ada dimana2, berarti di selokan jga ada dong? Nauzubillah..
pelajari dulu maksud dari apa yang disampaikan, baru komen
Delete