Imam
Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H/711 M. Datuknya adalah seorang
perawi dan penghafal hadits yang terkemuka. Pamannya, Abu Suhail Nafi', juga
seorang tokoh hadits di Madinah pada saat itu.
Dari pamannya inilah Malik bin
Anas mulai belajar ilmu agama, khususnya hadits. Abu Suhail Nafi' ialah seorang
tabi'in yang sempat menghafal hadits dari Abdullah ibn 'Umar, 'Aisyah binti Abu
Bakar, Ummu Salamah, Abu Hurairah, dan Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu
'anhum.
Selain
Nafi', Malik bin Anas juga berguru kepada Ja'far as-Shaddiq, cucu al-Hasan,
cicit Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Malik
juga belajar di Masjid Nabawi dengan Muhammad Yahya al-Anshari, Abu Hazm Salmah
ad-Dinar, Yahya bin Sa'ad, dan Hisyam bin 'Urwah. Semuanya murid
sahabat-Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beruntung
Malik bin Anas di Madinah hidup di tengah para tabi'in. Para tabi'in ini sempat
hidup bersama sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mereka belajar, mendengar hadits dan mengamalkan perbuatan para sahabat.
Dalam
perkembangannya Malik bin Anas kemudian menjadi tokoh agama di Masjid Nabawi.
Beliau juga bertindak sebagai mufti Madinah. Malik termasuk tokoh
yang merintis pengumpulan dan pembukuan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam kitabnya al-Muwattha'.
Kitabnya ini
dihafalkan banyak orang dan menjadi rujukan, pernah dikomentari oleh
asy-Syafi'i; "Tidak
ada sebuah buku di bumi yang keshahihannya mendekati al-Qur'an melainkan kitab
Imam Malik ini."
Di
antara yang belajar kepada Malik bin Anas di masjid Nabawi adalah Abu Hanifah
dari Kufah dan Muhammad bin Idris, yang terakhir kemudian terkenal sebutan Imam
asy-Syafi'i. Ketinggian ilmu Malik bin Anas diungkapkan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal; "Malik
adalah penghulu dari para penghulu ahli ilmu, juga seorang imam dalam bidang
hadits dan fikih. Siapakah gerangan yang dapat menyamainya?"
Malik
pernah dihukum oleh gubernur Madinah pada tahun 147H /764 M karena mengeluarkan
fatwa yang bertentangan dengan hukum talak dikeluarkan kerajaan 'Abbasiyyah.
Kerajaan ketika itu membuat fatwa bahwa semua penduduk harus taat kepada
pemimpin, bila tidak mau otomatis akan jatuh talak atas istrinya!
Pemerintah
'Abbasiyyah memaksa Malik fatwa kerajaan. Alih-alih mengesahkan, Malik
mengeluarkan fatwa bahwa hukum talak semacam itu tidak sah. Malik ditangkap dan
dipukul sehingga bahunya patah, akibatnya tidak dapat shalat dengan bersedekap
di dada, lalu dibiarkan irsal (terjuntai disamping badan). Malik
kemudian dibebaskan dan kembali mengajar di Madinah hingga wafat pada 11
Rabiul-Awwal 179 H/796 M.
No comments:
Post a Comment