Artikel
ini merupakan kesimpulan dialog yang terjadi antara saya dan wahhabi di FB.
Untuk lebih jelasnya silahkan meluncur ke https://www.facebook.com/photo.php?fbid=581588978582332&set=a.220113224729911.53311.100001937041345&type=1&comment_id=1550179&offset=0&total_comments=243&ref=notif¬if_t=photo_comment
Berikut
kesimpulan dialog tersebut:
Pada
awalnya Fatima Az-Zahra menulis sebuah status yang subtansinya menyatakan
perayaan ulang tahun dan maulid nabi tidak boleh dilakukan, sebab tasyabuh bil
kufar.
Pernyataan
tersebut bertentangan dengan fatwa ulama wahhabi, Qois Mubarok, Pembesar ulama
wahhabi ini membolehkan perayaan ulang tahun.
Menanggapi
realitas tersebut, para member wahhabi kebakaran jenggot hingga ada yang
mengklaim bahwa dalam hal ini, Qois Mubarok tidak mengikuti Rosul. Silahkan cek
screen shotnya http://goleksuwargo.blogspot.com/.../member-wahhabi...
Namun
ada di antara mereka yang masih mengakui fawa tersebut dengan mengatakan bahwa
fatwa Qois Mubarok tidak sama dengan keyakinan Aswaja. Kata Abdul Kadir Sebab:
Qois mubarok memperbolehkan ihtifal, jika tidak diyakini bahwa hal itu
merupakan syiar islam.
Tanggapan
saya:
Pada
awalnya kami semua mengatakan Maulid bukan suatu keharusan. Pernyataan simpel
tersebut, tidak sanggup dipahami oleh otak kerdil Abdul kadir, makanya dia
bertanya: pada awalnya itu kapan?
Tanggapan
saya:
Jelas
sudah anda kagak bisa memahami bahsa ilmiyah yang digunakan oleh para ilmuwan.
Saya kasih tau anda bahwa pernyataan “pada awalnya” tidak selalu mengarah pada
waktu. Dalam pembahasa suatu masalah, istilah “pada awalnya” menunjukan awal
pembahasan.
Jadi
maksud “pada awalnya” adalah pada awal (pembahasan-red) kami meyakini bahwa
maulid bukan sebuah keharusan. Sekalipun bukan keharusan namun, ia boleh
dilaksanakan. Itu maksud istilah “pada awalnya” yang saya gunakan.
Bukan
kah ini sesuai dengan fatwa Qois Mubarok? Jadi mana letak penipuan saya? Mana
letak mbuletnya? mana letak esensi kalimat yang saya potong?
Seharusnya
penjelsan di atas sudah bisa mengahiri dialog ini dengan hasil kesepakatn bahwa
ihtifal boleh dilaksanakan selama tidak diyakini sebagai syiar islam. Akan
tetapi ada wahhabi lain yang datang dan mengatakan bahwa pernyataan saya adalah
dusta.
Fizar Qowi berkata: -ini pernyataan dusta,, apakah benar ritual maulid bukan sebuah keharusan,,,,para ember aswaja (NU) benar2 galau dalam memhami perbuatan ini,,!! Kalau bukan sebuah keharusan kenapa ada yang meluruskan,, seperti cacing kepnasan,,,!!
Tanggapan
saya:
Makanya
kalo mau komen baca dulu komen-komen di atasnya. Mengapa ada yang
meluruskan? Sebab titel yang diberikan oleh wahhabi sangat angker, yaitu bid'ah
dan setiap bid'ah adalah sesat. Karenanya kami harus meluruskan titel salah
wahhabi tersebut.
Di
atas sonoh saya sudah jelaskan masalah itu. Apa perlu saya copas lagi? Ok saya
copasin lagi dah. Berikut penjelasan saya pada Abdul Kadir.
Pak
Abdul Kadir: makanya kalo ada orang yang ngasih penjelasan didenger. Jangan
hanya minta didenger. Pada awalnya kami semua mengatakan Maulid bukan suatu
keharusan. Pahami ini.
Adapun
mengapa ada yang mengatakan wajib, sebab maulid diisi dengan kegiatan2 yang
diperintah oleh agama, seperti, mendengarkan bacaan ayat2 suci alquran,
pengajian, membaca sholawat, sedekah dan bahkan ada menyantuni anak yatim.
Bukankah semua itu perintah agama pak kadir?
Dilihat
dari segi ini berarti maulid memiliki fungsi sebagai wasilah untuk mengamalkan
perintah agama. Telah maklum, hukum wasilah sama dengan hukum yang diwasilahi.
Karena maulid merupakan salah satu wasilah untuk melaksanakan perintah agama,
maka hukumnya diikutkan pada perintah tersebut.
Dalam
maulid ada Pengajian. Berarti saat merayakan maulid, kita menuntut ilmu. Saya
mau tanya kepada wahhabi, dalam wahhabi mrnuntut ilmu wajib atau bid'ah?
No comments:
Post a Comment