Merayakan ulang tahun atau yang juga disebut
dengan maulid/milad menjadi salah satu masalah yang dipersoalkan oleh wahhabi. Menurut
wahhabi, umat islam tidak boleh merayakan hari ulang tahun karena menyerupai
orang nasrani. Begitu kata member wahhabi.
Namun ternyata ulama wahhabi bernama Qois
Mubarok mengeluarkan fatwa bolehnya merayakan ulang tahun. Fatwa pembesar ulama
Saudi tersebut dirilis oleh situs www.almnatiq.net.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca dalam
artikel saya berjudul Bolehkah Merayakan Hari Ulang Tahun? Atau
klik link ini http://goleksuwargo.blogspot.com/2014/01/bolehkah-merayakan-hari-ulang-tahun.html
Alih-alih menyadari kekeliruannya, para
member wahhabi malah justru menyalahkan ulama mereka sendiri. Mereka mengatakan:
“Kami hanya mengikuti al-quran dan hadits. Kami tidak mengikuti fatwa ulama
yang tidak sejalan dengan keduanya.”
Pernyataan wahhabi tersebut memberi kepahaman
bahwa fatwa yang dikeluarkan oleh Qois Mubarok tidak berdasarkan quran dan
hadits dengan kata lain ia tidak mengikuti keduanya dalam mengeluarkan fatwa.
Saya mencoba menanyakan hal tersebut kepada wahhabi.
Akan tetapi mereka tidak langsung menjawabnya dan malah muter-muter laiknya
odong-odong. Hingga ahirnya mereka tidak memiliki jalan lagi untuk muter-muter
dan mengatakan bahwa dalam masalah ini, Qois Mubarok tidak mengikuti Rosululloh
SAW.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel
saya berjudul Member Wahhabi Menuduh Ulamanya Tidak
Mengikuti Rosul atau klik link ini http://goleksuwargo.blogspot.com/2014/01/member-wahhabi-menuduh-ulamanya-tidak.html
Tanggapan saya:
Sebenarnya perintah merayakan hari ulang
tahun tersirat dalam al-quran dan hadits. Dalam surat Maryam:15, dengan shorih
Alloh mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Yahya.
وَسَلَامٌ
عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
Artinya: “Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia
meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa suatu
hari Rosululloh SAW ditanya mengenai puasa hari senin. Beliau menjawab sebab
pada hari senin aku dilahirkan.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ، قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ: «ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ
فِيهِ، وَأُنْزِلَ عَلِيَّ فِيهِ»
Artinya: Dari Qotadah, dia berkata: “Rosululloh
SAW ditanya mengenai puasa hari senin. Maka beliau menjawab: “Pada hari itu aku
dilahirkan dan pada hari itu (pula) wahyu diturunkan atas ku.” Refrensi: Hilyatul Auliya’ 9/51, Musnad Ahmad
5/335 (Hadits ke 22594), Musnad Abi Dawud 1/515 (Hadits ke 636), Dalail Nubuwah
1/70.
Wajhul istinbat:
Dalam surat Maryam : 15, dijelaskan bahwa Alloh
mengucapkan doa selamat atas kelahiran Nabi Yahya. Terekamnya ucapan tersebut
mengisaratkan adanya esensi penting pada kelahiran manusia. Karenanya memperingati
hari kelahiran juga memiliki esensi penting dalam islam.
Bukti bahwa memperingati hari kelahiran
memiliki esensi penting adalah puasa hari senin yang dilakukan oleh Rosululloh
SAW yang mana tujuan beliau berpuasa pada hari tersebut adalah karena pada hari
itu beliau dilahirkan.
Ini merupakan penjelasan shorih (jelas) dari
Rosululloh bahwa memperingati hari kelahiran sangatlah penting sehingga beliau
berpuasa pada hari tersebut. Seandainya memperingati hari kelahiran tidak
penting dan bukan perintah agama, niscaya Rosululloh SAW tidak akan berpuasa
pada hari senin.
Hukum Merayakan Maulid Nabi
Mungkin ada wahhabi yang bertanya: Jika
demikian lalu apa hukum merayakan maulid Nabi?
Jawaban saya:
Berbicara soal hukum pertama-tama kita harus
tahu apa saja yang menjadi sumber hukum. Menurut ulama ushul fiqh, sumber hukum islam
ada empat; Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Ketika kita menghadapi suatu persoalan dan
kita ingin mengetahui hukumnya, maka pertama-tama kita meski meruju’ pada
Al-Quran. Jika kita tidak menemukan jawabannya, maka kita meruju’ pada Hadits.
Jika masih tidak menemukan jawabannya, maka kita beralih ke ijma’. Dan jika
kita tidak menemukan jawabannya dalam ijma’ maka kita diperbolehkan menggunakan
qiyas.
Untuk mengetahui hukum merayakan hari
kelahiran sebagaimana yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang-orang saat
ini, kita juga harus melakukan hal itu. Oleh karena kita tidak menemukan
jawabannya dalam Al-Quran, Hadits dan ijma’, maka kita boleh beralih pada
sumber hukum islam lainnya, yakni Qiyash.
Qiyas secara sederhana berarti menyamakan
hukum kasus baru dengan hukum kasus lama. Merayakan maulid nabi yang ada
sekarang lengkap dengan segala kegiatannya adalah kasus baru yang belum
diketahui hukumnya. Sedangkan puasa hari senin merupakan kasus lama yang telah
diketahui hukumnya.
Tujuan dari maulid nabi adalah merayakan hari
kelahiran nabi. Demikian pula puasa pada hari senin. Tujuan Nabi berpuasa pada
hari itu adalah untuk memperingati hari kelahiran beliau.
Oleh karena perayaan maulid nabi dan puasa
hari senin memiliki kesamaan dalam tujuan, maka hukum maulid nabi disamakan
dengan hukum puasa pada hari senin. Karenanya dengan tanpa rasa sungkan dan
kikuk lagi saya katakana bahwa hukum merayakan maulid nabi adalah sunah
berdasarkan dalil Qiyas. Hukum tersebut juga berlaku pada perayaan hari
kelahiran selain kelahiran Nabi Muhammad SAW. Wallohu a’lam
Jika wahhabi menolak penjelasan kita dan
tetep bersikukuh mengatakan maulid nabi dan perayaan ulang tahun sebagai
perbuatan yang bid’ah dan tasyabuh bil kufar, maka kita ajukan pertanyaan
kepada mereka: “Apakah Rosululloh SAW telah melakukan bid’ah dan telah meniru
orang kafir karena beliau merayakan hari kelahiran beliau? Jawab wahai
wahhabiyuun!!!!”
No comments:
Post a Comment