Sa’id
Ramadhan Al-Buthi lahir pada
tahun 1929 di Desa Jilka, Pulau Buthan (Ibn Umar), sebuah kampung yang terletak
di bagian utara perbatasan antara Turki dan Irak. Ia berasal dari suku Kurdi,
yang hidup dalam berbagai tekanan kekuasaan Arab Irak selama berabad-abad.
Bersama
ayahnya, Syaikh Mula Ramadhan, dan anggota keluarganya yang lain, Al-Buthi
hijrah ke Damaskus pada saat umurnya baru empat tahun. Ayahnya adalah sosok
yang amat dikaguminya.
Pendidikannya.
Pendidikan
sang ayah sangat membekas dalam sisi kehidupan intelektualnya. Ayahnya
memang dikenal sebagai seorang ulama besar di Damaskus. Bukan saja pandai
mengajar murid-murid dan masyarakat di kota Damaskus, Syaikh Mula juga sosok
ayah yang penuh perhatian dan tanggung jawab bagi pendidikan anak-anaknya.
Sa’id
Ramadhan Al-Buthi muda menyelesaikan pendidikan menengahnya di Institut
At-Tawjih Al-Islami di Damaskus. Kemudian pada tahun 1953 ia meninggalkan
Damaskus untuk menuju Mesir demi melanjutkan studinya di Universitas
Al-Azhar. Dalam tempo dua tahun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana
S1 di bidang syari’ah.
Pada
tahun berikutnya di universitas yang sama, ia mengambil kuliah di Fakultas
Bahasa Arab hingga lulus dalam waktu yang cukup singkat dengan sangat
memuaskan dan mendapat izin mengajar bahasa Arab.
Kemahiran
Al-Buthi dalam bahasa Arab tak diragukan. Sekalipun bahasa ini adalah bahasa
ibu orang-orang Arab seperti dirinya, sebagaimana bahasa-bahasa terkemuka dalam
khazanah peradaban dunia, ada orang-orang yang memang dikenal kepakarannya
dalam bidang bahasa, dan Al-Buthi adalah salah satunya yang menguasai bahasa
ibunya tersebut.
Selulusnya
dari Al-Azhar, Al-Buthi kembali ke Damaskus. Ia pun diminta untuk membantu
mengajar di Fakultas Syari’ah pada tahun 1960, hingga berturut-turut menduduki
jabatan struktural, dimulai dari pengajar tetap, menjadi wakil dekan, hingga
menjadi dekan di fakultas tersebut pada tahun 1960.
Tak
lama kemudian, Al-Buthi diutus pimpinan rektorat kampusnya untuk melanjutkan
program doktoral bidang ushul syari’ah di Al-Azhar hingga lulus dan berhak
mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu-ilmu syari’ah.
Aktivitasnya
sangat padat. Ia aktif mengikuti berbagai seminar dan konferensi tingkat dunia
di berbagai negara di Timur Tengah, Amerika, maupun Eropa. Hingga saat ini ia
masih menjabat salah seorang anggota di lembaga penelitian kebudayaan Islam
Kerajaan Yordania, anggota Majelis Tinggi Penasihat Yayasan Thabah Abu Dhabi,
dan anggota di Majelis Tinggi Senat di Universitas Oxford Inggris.
Penulis
yang Sangat Produktif
Al-Buthi
adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karyanya mencapai lebih dari 60
buah, meliputi bidang syari’ah, sastra, filsafat, sosial, masalah-masalah
kebudayaan, dan lain-lain. Gaya
bahasa Al-Buthi istimewa dan menarik. Tulisannya proporsional dengan tema-tema
yang diusungnya. Tulisannya tidak melenceng dan keluar dari akar permasalahan
dan kaya akan sumber-sumber rujukan, terutama dari sumber-sumber rujukan yang
juga diambil lawan-lawan debatnya.
Akan
tetapi bahasanya terkadang tidak bisa dipahami dengan mudah oleh kalangan
bukan pelajar, disebabkan unsur falsafah dan manthiq, yang memang keahliannya.
Oleh karena itu, majelis dan halaqah yang diasuhnya di berbagai tempat di keramaian
kota Damaskus menjadi sarana untuk memahami karya-karyanya.
Walau
demikian, sebagaimana dituturkan pecinta Al-Buthi, di samping mampu membedah
logika, kata-kata Al-Buthi juga sangat menyentuh, sehingga mampu membuat
pembacanya berurai air mata.
Pembela
Madzhab yang Empat
Syaikh
Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi mengasuh halaqah pengajian di masjid Damaskus
dan beberapa masjid lainnya di seputar kota Damaskus, yang diasuhnya hampir
tiap hari. Majelis yang diampunya selalu dihadiri ribuan jama’ah, laki-laki
dan perempuan.
Selain
mengajar di berbagai halaqah, ia juga aktif menulis di berbagai media massa
tentang tema-tema keislaman dan hukum yang pelik, di antaranya berbagai
pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh para pembaca. Ia juga mengasuh acara-acara
dialog keislaman di beberapa stasiun televisi dan radio di Timur Tengah,
seperti di Iqra‘ Channel dan Ar-Risalah Channel.
Dalam hal pemikiran, Al-Buthi dianggap sebagai tokoh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang gencar membela konsep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, Al-Ghazali, dan lain-lain, dari rongrongan pemikiran dan pengkafiran sebahagian golongan yang menganggap hanya merekalah yang benar dalam hal agama.
Dalam hal pemikiran, Al-Buthi dianggap sebagai tokoh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang gencar membela konsep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, Al-Ghazali, dan lain-lain, dari rongrongan pemikiran dan pengkafiran sebahagian golongan yang menganggap hanya merekalah yang benar dalam hal agama.
Berbekal
pengetahuannya yang amat mendalam dan diakui berbagai pihak, ia meredam
berbagai permasalahan yang timbul dengan fatwa-fatwanya yang bertabur hujjah
dari sumber yang sama yang dijadikan dalil para lawan debatnya. Ujaran-ujaran
Al-Buthi juga menyejukkan bagi yang benar-benar ingin memahami pemikirannya.
Al-Buthi
bukan hanya seorang yang pandai di bidang syari’ah dan bahasa, ia juga dikenal
sebagai ulama Sunni yang multidisipliner. Ia dikenal alim dalam ilmu filsafat
dan aqidah, hafizh Qur’an, menguasai ulumul Qur’an dan ulumul hadits dengan
cermat.
Sewaktu-waktu
ia melakukan kritik atas pemikiran filsafat materialisme Barat, di sisi lain
ia juga melakukan pembelaan atas ajaran dan pemikiran madzhab fiqih dan aqidah
Ahlussunnah, terutama terhadap tudingan kelompok yang menisbahkan dirinya
sebagai golongan Salafiyah dan Wahabiyah.
Dalam hal yang disebut terakhir, ia menulis dua karya yang meng-counter berbagai tudingan dan klaim-klaim mereka, yakni kitab berjudul Al-Lamadzhabiyyah Akbar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’ah al-Islamiyyah dan kitab As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Mubarakah wa Laysat Madzhab Islamiyy.
Dalam hal yang disebut terakhir, ia menulis dua karya yang meng-counter berbagai tudingan dan klaim-klaim mereka, yakni kitab berjudul Al-Lamadzhabiyyah Akbar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’ah al-Islamiyyah dan kitab As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Mubarakah wa Laysat Madzhab Islamiyy.
Tawassuth
Di
era 1990-an, Al-Buthi telah menampakkan intelektualitasnya dengan menggunakan
sarana media informasi, seperti televisi dan radio. Ini demi mengusung pemikiran-pemikirannya
yang tawassuth (menengah) di tengah gerakan-gerakan fundamentalisme Islam yang
bermunculan.
Sayangnya, kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al-Asad, menjadi bumbu tak sedap di kalangan pemerhati politik. Namun kedekatannya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong perjuangan Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah) dalam menghadapi aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangannya bertolak belakang dengan gerakan-gerakan semacam itu.
Sayangnya, kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al-Asad, menjadi bumbu tak sedap di kalangan pemerhati politik. Namun kedekatannya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong perjuangan Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah) dalam menghadapi aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangannya bertolak belakang dengan gerakan-gerakan semacam itu.
Di
usia yang semakin senja, Syaikh Al-Buthi masih tetap menulis, baik lewat
website yang diasuhnya maupun beberapa media massa dan elektronik lainnya.
Betapa besar harapan umat ini, khususnya kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah,
menanti karya-karyanya yang lain terlahir, untuk memenuhi dahaga ilmu yang tak
pernah habis-habisnya.
Beberapa
hari sebelum kewafatannya, Asy-Syahid Sa’id Ramadan Al-Buthi berkata: "Setiap
apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku daripada ijtihadku, maka aku harap
ia tidak terlepas dari ganjaran ijtihad.”
Asyahid
Al-Buthi.
INNALILLAHI
WA INNA ILAIHI ROJI`UN, Kita telah kehilangan ulama terbaik kita masa kini ASY-SYAHID
SA’ID RAMADLAN AL BUTHI rahimahullahuta'ala tepat saat beliau mengisi Ta`lim di
Masjid Al Iman di Kota Damaskus, Suriah, ba`da maghrib Kamis, 22 Maret 2013.
2
Minggu sebelum meninggal, Habib Ali Al-Jufri menelpon beliau. Saat itu beliau
berkata: "Tidak tinggal lagi umur bagiku melainkan beberapa hari yang
boleh dikira. Sesungguhnya aku sedang mencium bau surga dari belakangnya.
Jangan lupa wahai saudaraku untuk mendoakan aku."
assalamualaikum, ustad ana pernah denger katanya kita g boleh memberi gelar asy syahid???
ReplyDelete