Monday 27 May 2013

Priode Fiqih

Terdapat perbedaan periodisasi fiqh di kalangan ulama fiqh kontemporer. Muhammad Khudari Bek (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam periode. Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, periode keenam yang dikemukakan Muhammad Khudari Bek tersebut sesebenarya bisa dibagi dalam dua periode, karena dalam setiap periodenya terdapat ciri tersendiri. Periodisasi menurut az-Zarqa adalah sebagai berikut:

a. Periode Risalah

Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Makkah yang banyak fokus pada aqidah, dan periode Madinah yang lebih fokus pada masalah ibadah dan muamalah.

b. Periode al-Khulafaur Rasyidin

Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu’awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash.

Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat.

Pada Periode ini juga sudah mulai ada perbedaan pendapat diantara sahabat diantaranya perbedaan memahami Qur’an, perbedaan fatwa karena bedanya Hadits, dan berbedanya fatwa karena pendapat.
Periode awal pertumbuhan fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.

Dengan bertebarannya para sahabat ke berbagai daerah semenjak masa al-Khulafaur Rasyidin (terutama sejak Usman bin Affan menduduki jabatan Khalifah, 33 H./644 M.), munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah tersebut.

c. Periode Awal Pertumbuhan Fiqh

Dimulai pada pertengahan abad 1 sampai awal abad 2 H.[5] Berpencarnya Sahabat ke pelosok negeri menyebabkan munculnya pendapat yang bebeda – beda sesuai dengan keadaan daerah masing – masing dan meyebabkan terbentukya dua golongan yaitu :

1. Golongan Ahlura’yi, yaitu golongan yang mendahulukan kemaslahatan umum tanpa terlalu terikat makna harfiah teks hukum. Golongan ini dipelopori oleh Umar dan Ibnu Mas’ud, dengan pengikutnya diantaranya adalah Ibrahim bin Nakhai, Alqamah bin Qaisdan, Hasan Basyri, dll.

2. Golongan Ahlul Hadits, yaitu golongan yang berpegang kuat pada Quran dan Hadits, dipelopori oleh Ibnu Abbas, dan Zaid bin Tsabit. Pengikutnya adalah Sa’id bin Musayyab, Atha bin Abi Rabi’ah, Amr bin Dinar, dll.

Selanjutnya para pengikut dari para sahabat itu disebut Tabiin yang dijadikan rujukan menjawab persoalan hukum di zaman dan daerah masing – masing. Sehingga munculah istilah Fiqh Awzai, Fiqh Alqamah, dll.

d. Periode Keemasan

Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode sebelumnya, ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan berkembang.

Diawal periode ini pertentangan Ahlul Hadits dengan Ahlura’yi sangat tajam hingga mendorong semangat Ijtihad masing – masing aliran. Semangat itu juga mendorong lahirnya madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hambali. Fiqh Taqdiri atau Hipotesis ( membahas persoalan yang diperkirakan akan terjadi ) mulai marak.

Pertentangan dua golongan itu mereda setelah golongan Ahlura’yi berusaha membatasi, mensistemisai, dan menyusu kaidah ra’yu yang dapat dipakai mengistimbatkan hukum sehingga Ahlul Hadits menerima ra’yu menurut pengertian Ahlura’yu dan menerima ra’yu sebagai salah satu cara menggali hukum. Selain itu, kedua golongan itu juga saling mengenal. Periode ini juga memulai penyusunan kitab fiqh dan ushul fqh seperti al-Muwatha dan ar-Risalah. Selain itu teori ushul fiqh juga mulai bermunculan.

Perkembangan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu agama, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya. Semangat para fuqaha melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali munculnya mazhab-mazhab fiqh, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

Periode keemasan ini juga ditandai dengan dimulainya penyusunan kitab fiqh dan usul fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling awal disusun pada periode ini adalah al-Muwaththa’ oleh Imam Malik, al-Umm oleh Imam asy-Syafi’i, dan Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir oleh Imam asy-Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yang muncul pada periode ini adalah ar-Risalah oleh Imam asy-Syafi’i.

e. Periode Tahrir, Takhrij dan Tarjih dalam Mazhab Fiqh

Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka.

Periode ini ditandai dengan melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi.

Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam mazhabnya).

Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta’assub al-mazhabi (sikap fanatik buta terhadap satu mazhab) sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan mazhab imamnya. Selain itu juga muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad ditutup karena:

1. Dorongan penguasa pada hakim untuk memakai madzhab pemerintah saja.
2. Sikap fanatik buta, kebekuan berfikir, dan taqlid tanpa analisis.
3. Gerakan pembukuan tiapmadzhab sehingga mempermudah memilih madzhab yang mendorong untuk taqlid.

f. Periode Kemunduran Fiqh

Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkam al- ‘Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya’ban l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Ada tiga hal yang menonjol pada periode ini:

1, Banyak pembukuan fatwa. Buku – buku yang disusun disistematisasikan sesuai dengan kitab fiqh.
2, Produk – produk fiqh diatur kerajaan.
3, Muncul gerakan kodifikasi fiqh islam sebagai madzhab resmi pemerintahan.


Di akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islam sebagai mazhab resmi pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti Majalah al-Ahkam al-’Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum perdata yang berlaku di seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqh Mazhab Hanafi.

No comments:

Post a Comment



 
Support : Qosim Ibn Aly | Islamic Defenders Community
Copyright © 2013. Golek Surgo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Aliy Faizal
Proudly powered by Blogger