Monday 27 May 2013

Sejarah Ushul Fiqih I

Perumusan fiqih sebenarnya sudah dimulai langsung setelah nabi wafat, yaitu pada periode sahabat. Pemikiran ushul fiqh pun telah ada pada waktu perumusan fiqh tersebut. Diantaranya adalah Umar bin Khatab, Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib yang sebenarnya sudah menggunakan aturan dan pedoman dalam merumuskan hukum meskipun belum dirumuskan secara jelas.

Berkaitan dengan hal di atas, pada periode ulama, metode-metode untuk mengistinbat hukum mengalami perkembangan pesat diiringi dengan munculnya beberapa ulama ushul fiqh ternama seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i. Berangkat dari keragaman metode dalam mengistinbatkan hukum inilah yang menyebabkan perbedaan aliran fiqh dalam beberapa madzhab tersebut.

Abu Hanifah menetapkan al-Qur’an sebagai sumber pokok, setelah itu hadits Nabi, baru kemudian fatwa sahabat. Dan metodenya dalam menerapkan qiyas serta istihsan sangat kental sekali.

Sedangkan Imam Malik lebih cenderung menggunakan metode yang sesuai dengan tradisi yang ada di Madinah. Beliau termasuk Imam yang paling banyak menggunakan hadits dari pada Abu Hanifah, hal ini mungkin dikarenakan banyaknya hadits yang beliau temukan.

Selain dua Imam di atas, tampil juga Imam Syafi’i. Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki wawasan yang sangat luas, didukung dengan pengalamannya yang pernah menimba ilmu dari berbagai ahli fiqh ternama. Hal ini menjadikan beliau mampu meletakkan pedoman dan neraca berfikir yang menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh mujtahid dalam merumuskan hukum dari dalilnya.

Kemudian beliau menuangkan kaidah-kaidah ushul fiqh yang disertai dengan pembahasannya secara sistematis yang didukung dengan keterangan dan metode penelitian ke dalam sebuah kitab yang terkenal dengan nama “Risalah“.

Risalah ini tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas metodologi ushul fiqh, akan tetapi juga sebagai model bagi ahli-ahli fiqh dan para ahli yang datang kemudian untuk berusaha mengikutinya. Atas jasanya ini beliau dinilai pantas disebut sebagai orang yang pertama kali menyusun metode berfikir tentang hukum Islam, yang selanjutnya populer dengan sebutan “ushul fiqh“.

Sepeninggal Imam Syafi’i pembicaraan tentang ushul fiqh semakin menarik dan berkembang. Pada dasarnya ulama pengikut Imam mujtahid yang datang kemudian, mengikuti dasar-dasar yang sudah disusun Imam Syafi’i, namun dalam pengembangannya terlihat adanya perbedaan arah yang akhirnya menyebabkan perbedaan dalam usul fiqh.

Sebagian ulama yang kebanyakan pengikut madzhab Syafi’i mencoba mengembangkan ushul fiqh dengan beberapa cara, antara lain: mensyarahkan, memperrinci dan mencabangkan pokok pemikiran Imam Syafi’i, sehingga ushul fiqh Syafi’iyyah menemukan bentuknya yang sempurna.

Sedangkan sebagian ulama yang lain mengambil sebagian dari pokok-pokok Imam Syafi’i, dan tidak mengikuti bagian lain yang bersifat rincian. Namun sebagian lain itu mereka tambahkan hal-hal yang sudah dasar dari pemikiran para Imam yang mereka ikuti, seperti ulama Hanafiyah yang menambah pemikiran Syafi’i.

Setelah meninggalnya Imam-imam mujtahid yang empat, maka kegiatan ijtihad dinyatakan berhenti. Namun sebenarnya yang berhenti adalah ijtihad muthlaq. Sedangkan ijtihad terhadap suatu madzhab tertentu masih tetap berlangsung, yang masing-masing mengarah kepada menguatnya ushul fiqh yang dirintis oleh Imam-imam pendahulunya.


(Lihat Abu Zahro, Ushul Fiqh)

No comments:

Post a Comment



 
Support : Qosim Ibn Aly | Islamic Defenders Community
Copyright © 2013. Golek Surgo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Aliy Faizal
Proudly powered by Blogger