Tuesday 4 February 2014

Takwil Itu Batil, Benarkah?


Ta’wil secara bahasa bermakna ar-ruju’ (kembali). Secara istilah dimaknai sebagai pengalihan makna zhohir suatu lafal ke makna yang lain. Wahhabi menyebutnya sebagai distorsi (tahrif). Menurut mereka mentakwil sifat Alloh berarti menafikan sifat yang ditakwili. DR. Safar Bin Abdir Rohman Al-Wahhabi dalam buku Minhajul Asya’iroh Fil Aqidah 1/27, berkata:
ومعناه المبتدع صرف اللفظ عن ظاهره الراجح إلى احتمال مرجوح لقرينة فهو بهذا المعنى تحريف للكلام عن مواضعه
Artinya: “Makna takwil yang bid’ah adalah mengalihkan zhohir lafal yang rojih ke makna lain sebab ada indikasi. Takwil dengan makna yang seperti ini adalah merupakan distorsi terhadap tujuan kalimat.”
Tanggapan:
Sebenarnya ulama asy’ariyah telah menjelaskan masalah ini. Dalam memahami nash tentang sifat Alloh yang secara zhohir serupa dengan mahluk, ahlu sunah waljama’ah memiliki dua metode, yakni tafwidh dan takwil. Kebanyakan ulama salaf melakukan tafwidh namun ada sebagian yang melakukan ta’wil. Sementara ulama mutaakhir, banyak yang melakukan ta’wil sekalipun masih ada yang melakukan tafwidh.
Dua metode tersebut menjadi manhaj Asy’ariyah dalam memahami sifat Alloh yang secara zohir serupa dengan mahluk. DR. Umar Abdulloh Kamil dalam kitab Kafa Tafriqon Lil Umah Bismissalaf hlm. 46, menukil ucapan Imam Ar-Rozi sebagai berikut:
وحمل الظواهر النقلية إما علي التأويل وإما علي تفويض علمها إلي الله سبحانه وتعالى وهو الحق
Artinya: “Menanggapi zhohir dalil naqli ada kalanya menggunakan ta’wil dan adakalanya  menyerahkan pengetahuannya kepada Alloh SAW dan inilah yang benar.”
Hasan Al-Bana, tokoh pembaharu mesir yang disanjung-sanjung oleh wahhabi, dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2/243, juga menyetujui dua metode itu sekalipun ia lebih memilih tafwidh.
Hal senada juga disampaikan oleh Al-Imam Muhammad Bin Ali Asy-Syaukani. Salah satu ulama yang diyakini oleh wahhabi sebagai pengikut salaf ini, mengatakan:
الفصل الثانى فيما يدخله التأويل وهو قسمان أحدهما أغلب الفروع ولاخلاف في ذلك . والثانى الأصول كالعقائد وأصول الديانات وصفات البارى وجل  وقداختلفوا في هذا القسم علي ثلاثة مذاهب : الأول أنه لامدخل للتأويل فيها بل تجرى علي ظاهرها ولا يؤول شيء منها وهذا قول المشبهة والثانى أن لها تأويلا ولكنا نمسك عنه مع تنزيه اعتقادناعن التشبيه والتعطيل لقوله تعالى (وما يعلم تأويله إلا الله ) قال ابن برهان وهذا قول السلف . والمذهب الثالث أنها مؤولة قال ابن برهان والأول من هذه المذاهب باطل والأخران منقولان عن الصحابة ونقل هذا المذهب الثالث عن علي وابن مسعود وابن عباس وأم سلمة
Artinya: “Bagian kedua tentang teks yang dapat dita’wil yaitu ada dua bagian. Pertama, teks yang berkaitan dengan furu’ yang sebagian besar memang dita’wil dan hal ini tidak diperselisihkan oleh kalangan ulama. Kedua, teks-teks yang berkaitan dengan ushul seperti aqidah dasar-dasar agama dan sifat-sifat Alloh.  Para pakar berbeda pendapat mengenai bagian kedua ini menjadi tiga aliran.
Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa teks-teks tersebut tidak boleh dita’wil tetapi diperlakukan sesuai dengan pengertian literalnya dan tidak boleh melakukan ta’wil apapun terhadapnya. Mereka adalah aliran musyabihah (Aliran yang menyerupakan Alloh dengan mahluknya).
Kedua, kelompok yang berpandangan bahwa teks-teks tersebut boleh dita’wil tetapi kami menghindar untuk melakukannya serta mensucikan keyakinan kami dari menyerupakan (Alloh dengan mahluknya) dan menafikan (sifat-sifat yang ada dalam teks tersebut). Karena firman Alloh “tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Alloh.” Ibn Burhan berkata: ini adalah pendapat ulama salaf.
Ketiga, kelompok yang berpandangan bahwa teks-teks tersebut harus dita’wil. Ibn Burhan berkata: madzhab yang pertama dari ketiga madzhab ini adalah pendapat yang BATIL. Sedangkan dua madzhab yang terahir dinukil dari sahabat Nabi SAW bahkan madzhab yang ketiga ini diriwayatkan dari Sayyidina Ali, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan Umu salamah.” (Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiq Min ‘Ilmil Ushul, hlm. 176)
Tampaknya fanatisme yang melekat erat dalam diri wahhabi telah begitu rekat sehingga mereka tidak mau menerima penjelasan yang dilengkapi dengan bukti tersebut. Alih-alih menerima, mereka malah menuduh ulama asy’ariyah melakukan kebohongan dan mengatakan bahwa takwil tidak bisa dinisbatkan kepada ahlu sunah.
Bin Baz, ketua mufti Saudi dalam Majmu’ Fatawa Bin Baz 3/74, berkata:
ولا يجوز أن ينسب التأويل إلى أهل السنة
Artinya: “Takwil tidak boleh dinisbatkan kepada Ahlu sunah.”
Namun ironisnya wahhabi sendiri melakukan ta’wil. Hanya saja mereka gengsi untuk menyebutnya sebagai ta’wil. Dalam kitab Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 3/234 mereka melakukan takwil terhadap sifat-sifat Alloh seperti sifat ‘Ain dalam surat Al-Qomar : 14, Thoha : 29, Ath-Thur: 48.
قوله سبحانه : { تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا }و{ وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي }و{ وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا } ..... وإنما المراد بذلك أن السفينة تجري برعاية الله وعنايته وتسخيره لها وحفظه لها , وأن محمدا صلى الله عليه وسلم تحت رعاية مولاه وعنايته وحفظه وكلاءته , وهكذا قوله في حق موسى : { وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي } أي تحت رعايتي وحفظي
Artinya: “Adapun firman Alloh “Tajri bi A’yunina” (Al-Qomar:14), “Walitusna’a ‘ala ‘aini” (Thoha : 29), dan “Wasbir lihukmi Robbika Fa innaka Bi A’yunina” (Ath-thur: 48) … sesungguhnya yang dikehendaki adalah bahwa perahu berjalan dengan pengawasan Alloh, penaklukan Alloh dan penjagaan Alloh terhadap perahu tersebut. Dan sesungguhnya Muhammad berada dibawah pengawasan, penjagaan dan bimbingan Alloh. Demikian juga mengenai hak Musa (dalam ayat) “Walitusna’a ‘ala ‘aini” maksudnya adalah pengawasan dan penjagaan Ku.”
Jika kita mengikuti fatwa Bin Baz atau mengikuti fatwa DR. Safar, maka seluruh wahhabi harus mengakui bahwa mereka bukan ahlu sunah dan jago distorsi. Sebab mereka telah mengalihkan makna zhohir sifat Alloh ke makna lain.
Untuk mengatasi masalah tersebut, wahhabi akan mengeluarkan jurus andalan mereka, yakni ngeles. Mereka akan berkata: “apa yang kami lakukan itu bukan takwil, melainkan tafsir” atau akan berkata “kami tidak mengalihkan makna zhohir kalimat tersebut sebab ‘ain dalam ayat-ayat di atas secara zhohir bermakna ri’ayah dan hifz.”
Padahal semua orang tahu bahwa makna ‘ain (mata-red) secara zohir adalah sesuatu yang berbentuk bulat yang terdiri dari beberapa elemen seperti lensa mata, kornea dan pupil. Ketika ‘ain dimaknai sebagai pengawasan dan penjagaan, maka pemaknaan ini merupakan pengalihan makna zhohir ke makna lain. Dan inilah yang disebut sebagai ta’wil.

Raksek memang. Apabila pengalihan makna dilakukan oleh asy’ariyah maka wahhabi menyebutnya sebagai distorsi dan menuduh asy’ariyah telah menafikan sifat Alloh. Namun jika yang melakukannya mereka sendiri, maka mereka menyebutnya sebagai tafsir dan penjelasan. Wa ya Subhanalloh. Ajiiiib!!! 

No comments:

Post a Comment



 
Support : Qosim Ibn Aly | Islamic Defenders Community
Copyright © 2013. Golek Surgo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Aliy Faizal
Proudly powered by Blogger