Ta’wil
secara bahasa bermakna ar-ruju’ (kembali). Secara istilah dimaknai sebagai
pengalihan makna zhohir suatu lafal ke makna yang lain. Wahhabi menyebutnya sebagai
distorsi (tahrif). Menurut mereka mentakwil sifat Alloh berarti menafikan sifat
yang ditakwili. DR. Safar Bin Abdir Rohman Al-Wahhabi dalam buku Minhajul
Asya’iroh Fil Aqidah 1/27, berkata:
ومعناه المبتدع
صرف اللفظ عن ظاهره الراجح إلى احتمال مرجوح لقرينة فهو بهذا المعنى تحريف للكلام
عن مواضعه
Artinya:
“Makna takwil yang bid’ah adalah mengalihkan zhohir lafal yang rojih ke
makna lain sebab ada indikasi. Takwil dengan makna yang seperti ini adalah
merupakan distorsi terhadap tujuan kalimat.”
Tanggapan:
Sebenarnya
ulama asy’ariyah telah menjelaskan masalah ini. Dalam memahami nash tentang
sifat Alloh yang secara zhohir serupa dengan mahluk, ahlu sunah waljama’ah
memiliki dua metode, yakni tafwidh dan takwil. Kebanyakan ulama salaf melakukan
tafwidh namun ada sebagian yang melakukan ta’wil. Sementara ulama mutaakhir,
banyak yang melakukan ta’wil sekalipun masih ada yang melakukan tafwidh.
Dua
metode tersebut menjadi manhaj Asy’ariyah dalam memahami sifat Alloh yang
secara zohir serupa dengan mahluk. DR. Umar Abdulloh Kamil dalam kitab Kafa
Tafriqon Lil Umah Bismissalaf hlm. 46, menukil ucapan Imam Ar-Rozi sebagai
berikut:
وحمل
الظواهر النقلية إما علي التأويل وإما علي تفويض علمها إلي الله سبحانه وتعالى وهو
الحق
Artinya: “Menanggapi zhohir dalil naqli ada kalanya menggunakan
ta’wil dan adakalanya menyerahkan
pengetahuannya kepada Alloh SAW dan inilah yang benar.”
Hasan
Al-Bana, tokoh pembaharu mesir yang disanjung-sanjung oleh wahhabi, dalam
Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2/243, juga menyetujui dua metode itu
sekalipun ia lebih memilih tafwidh.
Hal
senada juga disampaikan oleh Al-Imam
Muhammad Bin Ali Asy-Syaukani. Salah satu ulama yang diyakini oleh wahhabi
sebagai pengikut salaf ini, mengatakan:
الفصل
الثانى فيما يدخله التأويل وهو قسمان أحدهما أغلب الفروع ولاخلاف في ذلك . والثانى
الأصول كالعقائد وأصول الديانات وصفات البارى وجل
وقداختلفوا في هذا القسم علي ثلاثة مذاهب : الأول أنه لامدخل للتأويل فيها
بل تجرى علي ظاهرها ولا يؤول شيء منها وهذا قول المشبهة والثانى أن لها تأويلا
ولكنا نمسك عنه مع تنزيه اعتقادناعن التشبيه والتعطيل لقوله تعالى (وما يعلم
تأويله إلا الله ) قال ابن برهان وهذا قول السلف . والمذهب الثالث أنها مؤولة قال
ابن برهان والأول من هذه المذاهب باطل والأخران منقولان عن الصحابة ونقل
هذا المذهب الثالث عن علي وابن مسعود وابن عباس وأم سلمة
Artinya: “Bagian
kedua tentang teks yang dapat dita’wil yaitu ada dua bagian. Pertama, teks yang
berkaitan dengan furu’ yang sebagian besar memang dita’wil dan hal ini tidak
diperselisihkan oleh kalangan ulama. Kedua, teks-teks yang berkaitan dengan
ushul seperti aqidah dasar-dasar agama dan sifat-sifat Alloh. Para pakar berbeda pendapat mengenai bagian
kedua ini menjadi tiga aliran.
Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa teks-teks tersebut tidak
boleh dita’wil tetapi diperlakukan sesuai dengan pengertian literalnya dan
tidak boleh melakukan ta’wil apapun terhadapnya. Mereka adalah aliran
musyabihah (Aliran yang menyerupakan Alloh dengan mahluknya).
Kedua, kelompok yang berpandangan bahwa teks-teks tersebut
boleh dita’wil tetapi kami menghindar untuk melakukannya serta mensucikan
keyakinan kami dari menyerupakan (Alloh dengan mahluknya) dan menafikan
(sifat-sifat yang ada dalam teks tersebut). Karena firman Alloh “tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Alloh.” Ibn Burhan berkata: ini adalah pendapat
ulama salaf.
Ketiga, kelompok yang berpandangan bahwa teks-teks tersebut
harus dita’wil. Ibn Burhan berkata: madzhab yang pertama dari ketiga madzhab
ini adalah pendapat yang BATIL. Sedangkan dua madzhab yang terahir
dinukil dari sahabat Nabi SAW bahkan madzhab yang ketiga ini diriwayatkan dari
Sayyidina Ali, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan Umu salamah.” (Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiq Min ‘Ilmil Ushul, hlm. 176)
Tampaknya
fanatisme yang melekat erat dalam diri wahhabi telah begitu rekat sehingga mereka
tidak mau menerima penjelasan yang dilengkapi dengan bukti tersebut. Alih-alih
menerima, mereka malah menuduh ulama asy’ariyah melakukan kebohongan dan
mengatakan bahwa takwil tidak bisa dinisbatkan kepada ahlu sunah.
Bin
Baz, ketua mufti Saudi dalam Majmu’ Fatawa Bin Baz 3/74, berkata:
ولا يجوز أن ينسب التأويل إلى أهل السنة
Artinya: “Takwil
tidak boleh dinisbatkan kepada Ahlu sunah.”
Namun
ironisnya wahhabi sendiri melakukan ta’wil. Hanya saja mereka gengsi untuk
menyebutnya sebagai ta’wil. Dalam kitab Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 3/234 mereka melakukan takwil terhadap
sifat-sifat Alloh seperti sifat ‘Ain dalam surat Al-Qomar : 14, Thoha : 29,
Ath-Thur: 48.
قوله سبحانه : {
تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا }و{ وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي }و{ وَاصْبِرْ لِحُكْمِ
رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا } ..... وإنما المراد بذلك أن السفينة تجري
برعاية الله وعنايته وتسخيره لها وحفظه لها , وأن محمدا صلى الله عليه وسلم تحت
رعاية مولاه وعنايته وحفظه وكلاءته , وهكذا قوله في حق موسى : { وَلِتُصْنَعَ
عَلَى عَيْنِي } أي تحت رعايتي وحفظي
Artinya:
“Adapun firman Alloh “Tajri bi A’yunina” (Al-Qomar:14), “Walitusna’a ‘ala
‘aini” (Thoha : 29), dan “Wasbir lihukmi Robbika Fa innaka Bi A’yunina” (Ath-thur:
48) … sesungguhnya yang dikehendaki adalah bahwa perahu berjalan dengan
pengawasan Alloh, penaklukan Alloh dan penjagaan Alloh terhadap perahu
tersebut. Dan sesungguhnya Muhammad berada dibawah pengawasan, penjagaan dan
bimbingan Alloh. Demikian juga mengenai hak Musa (dalam ayat) “Walitusna’a ‘ala
‘aini” maksudnya adalah pengawasan dan penjagaan Ku.”
Jika kita mengikuti fatwa Bin Baz atau mengikuti fatwa DR. Safar, maka
seluruh wahhabi harus mengakui bahwa mereka bukan ahlu sunah dan jago distorsi.
Sebab mereka telah mengalihkan makna zhohir sifat Alloh ke makna lain.
Untuk mengatasi masalah tersebut, wahhabi akan mengeluarkan jurus
andalan mereka, yakni ngeles. Mereka akan berkata: “apa yang kami lakukan itu
bukan takwil, melainkan tafsir” atau akan berkata “kami tidak mengalihkan makna
zhohir kalimat tersebut sebab ‘ain dalam ayat-ayat di atas secara zhohir
bermakna ri’ayah dan hifz.”
Padahal semua orang tahu bahwa makna ‘ain (mata-red) secara zohir adalah
sesuatu yang berbentuk bulat yang terdiri dari beberapa elemen seperti lensa
mata, kornea dan pupil. Ketika ‘ain dimaknai sebagai pengawasan dan penjagaan,
maka pemaknaan ini merupakan pengalihan makna zhohir ke makna lain. Dan inilah
yang disebut sebagai ta’wil.
Raksek memang. Apabila pengalihan makna dilakukan oleh asy’ariyah
maka wahhabi menyebutnya sebagai distorsi dan menuduh asy’ariyah telah
menafikan sifat Alloh. Namun jika yang melakukannya mereka sendiri, maka mereka
menyebutnya sebagai tafsir dan penjelasan. Wa ya Subhanalloh. Ajiiiib!!!
No comments:
Post a Comment