Dalam
hayalan member Wahhabi, pahala bacaan qur’an yang dikirimkan kepada mayyit
tidak sampai. Mereka menganggap hal tersebut adalah amalan bid’ah dholalah.
Dalam sebuah blog, seorang member wahhabi menulis artikel tentang transfer
pahala bacaan qur’an kepada mayyit. Dalam artikel itu ia menukil ucapan
Utsaimin, sebagaiberikut:
“Membacakan Al-fatihah
atas orang yang telah meninggal tidak
saya dapatkan adanya nash hadits yang
membolehkannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak diperbolehkan
membacakan Al-Fatihah atas orang yang sudah meninggal.” Terang Utsaimin.
Selanjutnya Utsaimin
mengatakan bahwa pengiriman tersebut adalah termasuk amalan batil.
“Apabila tertolak maka
termasuk perbuatan batil yang tidak ada manfaatnya. Allah berlepas dari ibadah
untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan cara demikian.” Tegasnya. http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/06/sampaikah-kiriman-hadiah-pahala-bacaan.html
Tanggapan:
Berulang
kali kita katakan kepada mereka bahwa ini merupakan masalah khilafiyah
sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Taimiyah dalam kitab Fatawinya. Artinya,
ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan.
Untuk
masalah khilafiyah seperti ini, menurut Utsaimin, tidak boleh saling
membid’ahkan. Artinya, kita bebas memilih salah satu dari kedua pendapat
tersebut. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat scan kitabnya di blog saya http://goleksuwargo.blogspot.com/2013/08/mengirim-pahala-bacaan-quran.html
Namun tampaknya para member wahhabi terlalu keras kepala kalau tidak boleh dikatakan TOLOL. Kontan, penjelasan kita mereka tolak. Tidak hanya menolak, mereka juga menuduh kita tengah mempertahankan bid’ah.
Namun tampaknya para member wahhabi terlalu keras kepala kalau tidak boleh dikatakan TOLOL. Kontan, penjelasan kita mereka tolak. Tidak hanya menolak, mereka juga menuduh kita tengah mempertahankan bid’ah.
Al-hamdulillah,
ulama wahhabi bernama Sholih Bin Abdir Rohman Al-AThrom mengakui akan sampainya
hadiah bacaan qur’an kepada mayyit. Bahkan ia menegaskan bahwa pendapat ini
merupakan pendapat yang rojih menurut mayoritas ulama.
Dalam
kitab Al-Asilah Wal Ajwabah Fil Aqidah hal. 76 soal ke 70, tertera tanya jawab
sebagai berikut:
س70/ هل يجوز إهداء تلاوة القرآن إلى الميت؟
الجواب: قراءة القرآن أو شيء منه وإهداء ثوابه لحي أو ميت يصل إلى
المهدى إليه عند كثير من العلماء وهو الراجح إن شاء الله
Artinya:
Soal ke 70, apakah hadiah bacaan Qur’an kepada mayyit diperbolehkan?
Jawab: Bacaan Qur’an atau sesuatu dari Qur’an dan menghadiahkan pahalanya untuk orang hidup atau orang mati maka sampai kepada orang yang menerima hadiah menurut mayoritas ulama. Pendapat ini merupakan pendapat yang rojih (Unggul) Insya Alloh.
Soal ke 70, apakah hadiah bacaan Qur’an kepada mayyit diperbolehkan?
Jawab: Bacaan Qur’an atau sesuatu dari Qur’an dan menghadiahkan pahalanya untuk orang hidup atau orang mati maka sampai kepada orang yang menerima hadiah menurut mayoritas ulama. Pendapat ini merupakan pendapat yang rojih (Unggul) Insya Alloh.
Dalam
kitab Al-Masail Wal Ajwabah 1/132 dijelaskan sebagai berikut:
وأما السؤال عن القرآن إذا قرأه الأحياء للأموات فأهدوه
إليهم هل يصل ثوابه
سواء كان بعيدًا أو قريبًا؟
الجواب: إن العبادات المالية كالصدقة تصل إلى الميت باتفاق
الأئمة؛ لأنه تدخلها النيابة بالاتفاق، وأما العبادات البدنية كالصلاة والصيام
والقراءة ففيها قولان للعلماء: أحدهما: يصل ثوابها للميت،
وهذا مذهب أحمد بن حنبل وأصحابه، وهو الذي ذكره الحنفية مذهبًا لأبي حنيفة،
واختاره طائفة من أصحاب مالك والشافعي، وقد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه
وسلم أنه قال: «من مات وعليه صيام صام عنه وليه» فجعل الصيام يقبل النيابة. ومنهم
من قال: إنه لا يصل، وهو المشهور من مذهب مالك والشافعي.
Artinya:
Mengenai pertanyaan tentang Qur’an, apabila orang yang hidup membaca Qur’an
untuk untuk orang mati kemudian menghadiahkan bacaannya kepada mayyit, apakah
pahalanya sampai, baik jauh ataupun dekat?
Ibn
Taimiyah menjawab:
Sesungguhnya
ibadah berupa harta seperti shodaqoh sampai kepada mayyit menurut kesepakatan
para imam. Adapun ibadah badaniyah seperti sholat, puasa dan membaca qur’an
maka dalam masalah ini ada dua pendapat. Pertama, mengatakan pahalanya samapai.
Kedua mengatakan pahalanya tidak sampai.
Selanjutnya
bagaimana kita menyingkapi masalah khilafiyah? Mari kita simak jawaban Utsaimi
dalam Ta’liqot Ibn Utsaimin Alal Kafi Libni Qudamah 1/377. Katanya:
amalan yang menjadi khilafiyah tidaklah disebut sebagai bid’ah.
أما ما اختلف فيه علماء السنة فإننا لا نقول بدعة وإلا كان
كل مسألة فيها خلاف يكون المخالف فيها مبتدعا ( تعليقات ابن عثيمين علي
الكافي لابن قدامة ج 1 ص 377 )
Artinya:
“Adapun sesuatu yang diperselisihkan oleh ulama sunah maka kami tidak
mengatakannya sebagai bid’ah. Jika tidak begitu maka setiap masalah yang
didalamnya terdapat perbedaan, berarti orang yang menentang adalah pembuat
bid’ah.”
Melihat
fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah pengiriman bacaan qur’an ke
mayyit, apakah sampai ataukah tidak? Ini adalah masalah khilafiyah. Ada yang
mengatakan sampai dan ada yang mengatakan tidak. Kita bebas memilih salah satu
dari keduanya.
Untuk
masalah khilafiyah seperti ini, kata Utsaimin, tidak boleh saling membid’ahkan.
Namun anehnya malah justru Utsaimin sendiri yang membid’ahkan pengiriman pahala
bacaan kepada mayyit. Padahal ini masalah khilafiyah. Ulama kok plin-plan. :D
No comments:
Post a Comment