Wednesday 24 July 2013

Aksi Sweeping

Berawal dari tragedi penyiraman terhadap Bp. Thamrin yang dilakukan oleh jubir FPI, Bp. Munarman beberapa waktu lalu saat berdialog dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta, saya tertarik untuk ikut mengamati masalah yang menjadi penyebab tragedi itu.

Terus terang, saya tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh Bp. Munarman. Namun apa hendak dikata, semua telah terjadi. Tentunya ini menjadi pengalaman tersendiri bagi kita agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Saya rasa semua setuju dengan saya. Untuk itu kita meski mengkaji kembali penyebab kejadian tersebut.

Menurut saya penyebab tragedi itu adalah pro-kontra masalah sweeping tempat maksiat yang dilakukan oleh ormas seperti FPI. Bp. Munarman sebagai pihak yang setuju dengan adanya  sweeping, tentu saja menolak pembentukan undang-undang larangan sweeping. Sebaliknya, Bp. Thamrin yang tidak setuju dengan adanya sweeping ormas, menyetujui pembentukan undang-undang tersebut.

Ada hal menarik yang perlu kita perhatikan dari pro-kontra tersebut, yakni kesepakatan antara keduanya. Keduanya sepakat bahwa kemaksiatan adalah perbuatan yang dilarang. Oleh karena itu, saya ingin membahas masalah sweeping ormas dari kesepakatan ini. sebab, membahas suatu masalah dari hal yang diperselisihkan, tidak akan ada ujungnya.

Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah bahwa semua pihak yang pro dan kontra adalah merupakan warga Negara Indonesia. Sebagai warga Negara Indonesia, kita harus mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia, telah membuat undang-undang larangan maksiat seperti minuman keras dan zina, bahkan seluruh agama di Indonesia melarang dua hal tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa seluruh warga Indonesia, baik pemerintah maupun rakyat, ormas ataupun masarakat, apapun agamanya, mereka semua, secara keseluruhan setuju dengan adanya undang-undang larangan miras dan perzinahan sebagaimana mereka juga setuju dengan adanya undang-undang larangan korupsi ditingkat pejabat dan larangan maling ditingkat rakyat.

Pertanyaannya adalah siapa yang berkewajiban menegakkan undang-undang tersebut? Apakah terbatas pada jajaran pemerintah seperti polisi atau seluruh warga Indonesia? Tentu saja kita semua akan menjawab bahwa polisi adalah pihak yang berwenang dan wajib menegakan hukum tersebut.

Permasalahan selanjutnya adalah bolehkah rakyat turut membantu polisi? Misalnya Bp. Thamrin melihat seorang maling sedang mencuri dirumah tetangganya. Kebetulan saat itu tidak ada polisi. Apa yang harus dilakukan oleh Bp. Thamrin? Mencegah maling tersebut atau lari ke kantor polisi untuk melapor?

Anda bisa saja menjawab bahwa Bp. Thamrin harus mencegah maling itu dengan cara melaporkannya ke polisi. Namun perlu anda ketahui bahwa untuk melakukan hal itu hingga polisi datang memerlukan waktu yang cukup bagi maling untuk lari.

Seandainya Bp. Thamrin melakukan seperti jawaban anda, maka dapat dipastikan maling itu sudah pergi dengan barang curiannya saat polisi datang. Artinya pencuri itu tidak tertanggkap. Dengan demikian polisi belum mampu menegakkan hukum.

Kita semua menyadari hal ini. Kesadaran ini menciptakan ide untuk mengadakan ronda secara bergilir yang dilakukan oleh hansip dan dibantu oleh rakyat. Tugas mereka adalah menjaga desa dari maling dengan cara berkeliling. Ketika ada maling, maka secara spontan mereka akan menangkap maling tersebut tanpa harus melapor ke polisi terlebih dahulu. Bukankah demikian?

Saya tidak perlu menunggu jawaban dari Bp. Presiden atau seluruh rakyat Indonesia. Sebab, jika saya menunggu jawaban mereka, maka saya tidak bisa menyelesaikan artikel ini. Bukankah begitu? Jadi, saya pastikan saja bahwa Bp. Presidan dan seluruh rakyat Indonesia akan menjawab “iya”. Artinya, kita semua sepakat bahwa polisi tidak akan pernah mampu menegakkan hukum tanpa adanya bantuan rakyat.

Bohong jika kapolri mengatakan mampu menegakkan hukum tanpa bantuan rakyat. Jadi polisi dan rakyat harus bekerja sama dalam menegakkan hukum. Kita semua harus bersatu melawan setiap tindakan yang melanggar hukum. Saya rasa semua setuju dengan tesis saya ini. Alhamdulillah.

Kemaksiatan seperti minuman keras dan perzinahan adalah perbuatan yang melanggar hukum. Sebagaimana polisi tidak mampu menegakkan undang-undang pencurian tanpa bantuan rakyat, mereka juga tidak bakalan mampu menegakkan undang-undang miras dan perzinahan tanpa bantuan rakyat.

FPI adalah rakyat Indonesia yang melakukan sweeping terhadap tindak pelanggaran tersebut. Mereka adalah warga Negara Indonesia yang bersedia membantu polisi dalam menegakkan undang-undang miras dan perzinahan. Lalu mengapa mereka dilarang melakukan sweeping?

Mungkin Bp. Presiden dan Bp. Kapolri akan berkata begini: “Oh tidak, tidak, analog anda terlalu mengada-ada. Masalah miras dan perzinahan tidak bisa dianalogkan dengan masalah maling.”

Jika benar demikian, maka saya tanya: “Bukankah Negara melarang maling? Bukankah Negara juga melarang miras dan perzinahan? Maling, miras dan perzinahan adalah tindakan yang sama-sama melanggar hukum. Jadi, wajar jika saya menganalogkan keduanya. Wong semua itu melanggar undang-undang kok. Lalu di mana letak mengada-adanya?”

Mungkin kemaren anda membaca media yang memuat artikel karya para pemerhati Hak Asasi Manusia yang subtansinya adalah mengecam tindak anarkisme yang dilakukan oleh ormas seperti FPI saat melakukan sweeping. Artikel itu menyebutkan bahwa tindakan itu dilakukan oleh para preman berjubah dan berkupyah putih. Kemudian diahir tulisannya ia membuat kesimpulan bahwa tindakan anarkis harus dilarang, siapapun pelakunya. Maka pemerintah harus membuat undang-undang larangan sweeping.

Oh ya, ya, saya pernah membaca artikel itu. Anda benar, bahwa para pemerhati HAM itu sangat tidak setuju dengan adanya tindak anarkisme. Jika demikian berarti masalahnya adalah tindak anarkisme.

Kita sepakat bahwa tindak anarkis harus dilarang. Tapi tampaknya kita kurang adil dalam menyingkapi masalah anarkisme. Terbukti, para pemerhati HAM itu tidak pernah menyinggung masalah anarkisme yang dilakukan oleh polisi dan satpol PP saat menggusur toko milik rakyat. 

Oh tidak, tidak, apa yang dilakukan oleh polisi dan satpol PP saat menggusur toko milik rakyat, itu tidak termasuk anarkisme sebab mereka adalah pihak yang berwenang. Begitu kira-kira komentar Bp. Presiden.

Jika benar demikian, maka saya tanya: “Apa kewenangan polisi dan satpol PP? apakah mereka berwenang melakukan tindak anarkisme? Jika iya, lalu mengapa anarkisme ormas saat men-sweeping tempat maksiat dilarang?”

Kita meski memiliki ketegasan dalam menilai anarkisme. Jika ormas dilarang melakukan sweeping karena melakukan anarkisme, maka kita juga harus melarang polisi dan satpol PP menggusur toko rakyat. Sebab penggusuran juga termasuk tindak anarkis.

Bp. Kapolri dengan gaya santun memberi komentar: “polisi dan satpol PP melakukan hal itu demi ketertiban. Jadi saya rasa, anarkis yang mereka lakukan tidak bermasalah.”

Jika benar demikian, maka mari kita bandingkan dengan komentar para pemerhati HAM. Menurut mereka, anarkisme harus dilarang, siapapun pelakunya. Sekarang saya tanya: “Sebenarnya anarkisme itu harus dilarang atau kah sebuah tindakan yang tidak bermasalah?”

Bp. Presiden tentu lebih tahu jawabannya. Beliau mungkin akan menjawab begini: “Kita lihat dulu apa motif anarkisme itu. Jika motifnya jelek maka anakisme adalah tindakan buruk namun jika motifnya bagus maka anarkisme adalah hal positif.”

Bagus jika Bp. Presiden memiliki jawaban seperti itu. Jadi sekarang kita tidak lagi memiliki masalah. Polisi dan satpol PP boleh melakukan tindak anarkis jika motifnya bagus. Dengan demikian ormas juga boleh melakukan tindak anarkis jika motifnya bagus.

Para pemerhati HAM kembali unjuk suara. Kata mereka: “Anda tidak memahami ucapan Bp. Presiden. Dengarkan dulu penjelasan saya. Maksud beliau adalah jika tindak anarkis dilakukan oleh polisi dan satpol PP dengan motif bagus maka ini tidak masalah namun jika dilakukan oleh ormas maka ini adalah perbuatan negative sekalipun motifnya baik.”

Saya jawab: “Pemahaman anda terlalu subjektif. Yang objektif geh. Bagaimana bisa satu tindakan memiliki penilaian berbeda? Pemahaman anda tak jauh beda dengan pemahaman seperti ini: “Pejabat korup tidak masalah. Tapi rakyat maling adalah salah. Bagaimana bisa seperti itu?”

Ahirnya masalah ini tidak terselesaikan. Kita sibuk saling menyalahkan pihak lain. Bersamaan dengan itu, para pezina dan pemabuk, mereka asik dengan pelanggaran yang mereka lakukan. Siapa yang salah? Pemerhati HAM yang anti anarkisme atau ormas yang melakukan sweeping ataukah para pemabuk dan pezina?

Jawaban yang tepat adalah para pemabuk dan pezina itulah yang salah sebab mereka melanggar undang-undang, baik undang-undang Negara maupun undang-undang agama. Saya rasa, Bp. Presiden lengkap dengan seluruh pejabat, serta pemerhati HAM dan ormas lengkap dengan masyarakat setuju dengan jawaban saya. 

Jika pun ada yang tidak setuju, saya yakin mereka adalah para pemabuk dan pezina atau orang-orang yang mendapat keuntungan dari perbuatan itu. Tidak peduli siapapun dia, mungkin rakyat dan tidak menutup kemungkinan pejabat. 

Apapun itu, yang jelas mabuk dan zina adalah perbuatan yang melanggar hukum. Polisi wajib menegakkan hukum. Oleh karena polisi tidak mampu menegakkan hukum tanpa bantuan rakyat maka rakyat harus membantu polisi.

Caranya adalah polisi harus melakukan patroli seperti biasanya. Sementara rakyat melakukan sweeping seperti ketika mengadakan ronda. Para pemerhati HAM tidak memiliki hak untuk melarang kerja sama ini. Seandainya mereka nekat melarang kerja sama tersebut dan mendesak pemerintah agar memberlakukan undang-undang larangan sweeping, maka pemerintah tidak perlu menggubrisnya. Sebaliknya pemerintah harus mengajak mereka untuk ikut kerja sama.

Dengan begitu terciptalah persatuan dalam menegakkan hukum. Jika ini dapat direalisasikan maka para pemilik media akan diuntungkan sebab mereka bisa mendapatkan berita tentang persatuan pejabat dan rakyat. 

Pihak asingpun tentunya akan bangga melihat persatuan ini. Bisa jadi mereka akan memberikan penghargaan kepada Bp. Presiden karena telah berhasil menciptakan persatuan antara pejabat dan rakyat dalam menegakkan hukum.

Bukankah kita semua mendambakan persatuan dan tegaknya hukum? Lalu bagaimana anda akan menolak saran saya ini? wallohu a’lam.

No comments:

Post a Comment



 
Support : Qosim Ibn Aly | Islamic Defenders Community
Copyright © 2013. Golek Surgo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Aliy Faizal
Proudly powered by Blogger