Abu
Utsman Faishol Bin Qozar Al-wahhabi, dalam kitab Asya’iroh Fi Mizani Ahli sunah
1/70, berkata:
وأما المتكلمون
من الأشاعرة والكلابية وغيرهم فقد انحرفوا في مصدر التلقّي وخالفوا ما أمر الله به
ورسوله وما كان عليه سلف الأمة، وهم مع ذلك مختلفون في تحديده، إلا إنه يجمعهم
الاعتماد على العقل، فيجعلونه الأساس في تقرير مسائل المعتقد، ويقدمونه على النقل.
Artinya:
“Adapun mutakalim dari asya’iroh, kulabiyah dan yang lainnya sesungguhnya
mereka telah melakukan distorsi terhadap sumber talaqi. Mereka menentang apa
yang diperintah Alloh dan rosul-Nya dan pendapat salaf umat. Bersama dengan itu
mereka berbeda pendapat mengenai batasan sumber talaqi. Hanya saja mereka
sepakat bersandar pada akal. Mereka menjadikal akal sebagai dasar dalam
menetapkan masalah akidah dan mereka mendahulukan akal ketimbang naql.”
Tanggapan:
Saya
ingin mengajak anda untuk merujuk kitab aqidatul awam yang menjadi pedoman pengikut
asy’ariyah saat ini. Dalam kitab yang ditulis oleh Sayyid Ahmad Marzuqi
tersebut ditegaskan bahwa kita harus menerima apa saja yang dibawa oleh Rosul.
Pada bait ke 27, beliau berkata:
وكل
ما اتى به الرسول # فحقه التسليم والقبول
Artinya: “Setiap
hal yang dibawa oleh Rosul, maka berhaq untuk diterima.”
Sayyid
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani ketika menjelaskan bait tersebut mengatakan
bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-qur’an. Itu artinya
asy’ariyah menjadikan qur’an dan hadits sebagai dasar aqidah. Dalam kitab
Jala’ul Afham Syarhu Aqidatil Awam Hlm. 69, beliau berkata:
من
الواجب على كل مكلف إذا بلغه ما أتى به الرسول أن ينتهي ويعمل به وعليه التسليم
والقبول لأنه المصدر الثاني بعد كلام الله تعالى
Artinya:
“Sebagaian dari kewajiban seorang mukalaf adalah apabila ada hadits dari
rosul yang sampai kepadanya, hendaknya ia berpegang dan mengamalkan hadits
tersebut. Ia wajib menerimanya sebab hadits merupakan sumber (hukum) kedua
setelah kalamulloh (al-qur’an).
Sementara
akal hanya merupakan alat untuk memahami qur’an dan hadits. Hal ini sebagaimana
yang dijelaskan oleh Imam Ghozali. Ulama asy’ariyah priode kholaf ini memaparkan
runtutan dasar aqidah asy’ariyah adalah al-qur’an, al-hadits kemudian akal. Dalam
Ar-Risalah Al-Laduniyah, hlm. 244, beliau berkata:
وأهل
النظر في هذا العلم يتمسكون اولا بأيات الله تعالى من القران ثم بأخبار الرسولsثم
بالدلائل العقلية والبراهين القياسية
Artinya:
“Ahli nazhor (nalar-red) dalam ilmu ini (aqidah-red) pertama-tama berpegang
dengan ayat-ayat Alloh ta’ala, yakni Al-Qur’an kemudian dengan khobar (hadits)
Rosul SAW selajutnya dengan dalil akal dan argumentasi analog.”
Hal
tersebut mereka lakukan karena al-qur’an sendiri memerintah kita untuk
menggunakan akal dalam memahami ayat-ayat Alloh. Setidaknya ada 49 ayat yang
menyinggung soal penggunaan akal serta 19 ayat yang menyinggung masalah
berfikir. Di antaranya adalah al-anbiya’:10
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ
ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada
memahaminya?”
Oleh
karena itu saya katakan: siapa saja yang mengaku mengamalkan al-qur’an namun menolak
peranan akal, berarti ia tidak mengamalkan al-qur’an. Sebab qur’an memerintah
agar menggunakan akal.
Ini
membuktikan bahwa klaim wahhabi atas asy’ariyah adalah merupakan tadlis
(Pengkaburan-red) terhadap titik permasalahan dan merupakan kedustaan dalam
menukil suatu pendapat.
Mengapa
kalian melakukan tadlis wahai wahhabiyun?!! Tidakkah kalian bisa berkata jujur
dalam menukil pendapat dan meletakan titik permasalahan dengan benar?
No comments:
Post a Comment