Wahabi yang mengaku sebagai ahlu sunah menolak adanya bid'ah hasanah. menurut mereka bid'ah hasanah tidak ada. Semua bid'ah sesat.
Benarkah semua bid'ah sesat? Lalu bagaimana komentar ulama ahlu sunah mengenai bid'ah?
Mari kita cara tahu jawabannya dalam artikel berikut.
Mari kita cara tahu jawabannya dalam artikel berikut.
1. Hadits
Tentang Bid’ah.
Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh sahabat Jabir Ra, disebutkan
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ إِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةُ. (رواه مسلم)
"Jabir
bin Abdullah berkata, Rasulullah r bersabda “Sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad. Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru. Dan
setiap bid’ah itu kesesatan." (HR. Muslim)
2, Pengertian
Bid’ah.
Definisi bid’ah menurut al-imam
Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi.
هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
(الإمام النووي, تهذيب الأسماء واللغات, 3/22).
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang baru yang belum ada pada
masa Rasulullah r.” (al-Imam al-Nawawi, Thadzib al-Asma’ wa al-Lughat, 3/22)
3, Pembagian
Bid’ah.
Al-Imam
Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafi’i berkata:
الْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ: مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا
أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعًا فَهُوَ بِدْعَةُ الضَّلَالَةِ وَمَا أُحْدِثَ فِي
الْخَيْرِ لَا يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ
مَذْمُوْمَةٍ.(الحافظ البيهقي, مناقب الإمام الشافعي, 1/469)
“Bid’ah
(muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi al-Qur’an
atau Sunnah atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dlalalah (tersesat).
Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah,
dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”. (al-Baihaqi,
Manaqib al-syafi’i, 1/469).
Oleh karena itu Ibn Hajar mengakui adanya bid’ah hasanah. Kata
beliau:
وَالْبِدْعَةُ أَصْلُهَا مَا
أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ وَتُطْلَقُ فِي الشَّرْعِ فِيْ مُقَابِلِ
السُّنَّةِ فَتَكُوْنُ مَذْمُوْمَةً وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا
تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسَنٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ وَإِنْ كَانَتْ
مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ
وَإِلاَّ فَهِيَ مِنْ قِسْمِ الْمُبَاحِ وَقَدْ تَنْقَسِمُ إِلَى اْلأَحْكَامِ
الْخَمْسَةِ. (الحافظ ابن حجر، فتح الباري، 4/253).
“Secara bahasa, bid’ah adalah sesuatu yang
dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya. Dalam syara’, bid’ah diucapkan
sebagai lawan sunnah, sehingga bid’ah itu pasti tercela. Sebenarnya, apabila
bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka
disebut bid’ah hasanah. Bila masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap buruk
menurut syara’, maka disebut bid’ah mustaqbahah (tercela). Bila tidak masuk
dalam naungan keduanya, maka menjadi bagian mubah (boleh). Dan bid’ah itu dapat
dibagi menjadi lima hukum.” (Fath al-Bari, 4/253).
Pembagian
tersebut bukan tanpa dalil, melainkan berdasarkan hadits dari sahabat Jabir RA
sebagai berikut:
عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ قَالَ
رَسُوْلَ اللهِ مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ
اَجْرُهَا وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ
عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ. (رواه مسلم)
"Jarir
bin Abdullah al-Bajali t berkata, Rasulullah r bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam islam,
maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya
sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang
memulai perbuatan jelek dalam islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa
orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa
mereka”" (HR. Muslim, Syarh Muslim, juz 7, hal 92)
Dari
hadits tersebut dapat dipahami bahwa perbuatan seseorang yang tidak ada dijaman
Rosululloh SAW tidak berarti perbuatan itu sesat sekalipun disebut bid’ah.
Sebab orang yang memulai perbuatan baik dalam islam, maka ia akan memperoleh
pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi
sedikitpun dari pahala mereka.
Bid’ah
yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ tidaklah tercela
dan tidak pula sesat. Oleh karena itu bid’ah semacam ini disebut bid’ah
hasanah. Berbeda dengan bid’ah yang bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, dan
Ijma’. Bid’ah semacam ini tercela dan sesat. oleh karena itu bid’ah ini disebut
sayyi’ah.
Dengan
demikian bid’ah ada dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Dalam ungkapan
lain, Imam Syafi’I mengatakan bid’ah mahmudah (Terpuji) dan bid’ah Madzmumah
(Tercela). Bid’ah tidak mungkin akan dipuji kecuali karena bid’ah tersebut
hasanah. Disebut hasanah karena bid’ah tersebut tidak bertentangan dengan
al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Wallohu a’lam.
No comments:
Post a Comment