Wednesday 29 May 2013

Asysyahid Sa'id Ramadhan Al-Buthi

Sa’id Ramadhan Al-Buthi lahir pada tahun 1929 di Desa Jilka, Pulau Buthan (Ibn Umar), sebuah kampung yang terletak di bagian utara perbatasan antara Turki dan Irak. Ia berasal dari suku Kurdi, yang hidup da­lam berbagai tekanan kekuasaan Arab Irak selama berabad-abad.
Bersama ayahnya, Syaikh Mula Ramadhan, dan anggota keluarganya yang lain, Al-Buthi hijrah ke Damaskus pada saat umurnya baru empat tahun. Ayahnya adalah sosok yang amat dikaguminya.

Pendidikannya.
Pendidikan sang ayah sangat mem­be­kas dalam sisi kehidupan intelektual­nya. Ayahnya memang dikenal sebagai seorang ulama besar di Damaskus. Bu­kan saja pandai mengajar murid-murid dan masyarakat di kota Damaskus, Syaikh Mula juga sosok ayah yang pe­nuh perhatian dan tanggung jawab bagi pendidikan anak-anaknya.

Sa’id Ramadhan Al-Buthi muda me­nyelesaikan pendidikan menengahnya di Institut At-Tawjih Al-Islami di Damas­kus. Kemudian pada tahun 1953 ia me­ninggalkan Damaskus untuk menuju Me­sir demi melanjutkan studinya di Univer­sitas Al-Azhar. Dalam tempo dua tahun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana S1 di bidang syari’ah.

Pada ta­hun berikutnya di universitas yang sama, ia mengambil kuliah di Fakultas Bahasa Arab hingga lulus dalam waktu yang cu­kup singkat dengan sangat memuaskan dan mendapat izin mengajar bahasa Arab.

Kemahiran Al-Buthi dalam bahasa Arab tak diragukan. Sekalipun bahasa ini adalah bahasa ibu orang-orang Arab seperti dirinya, sebagaimana bahasa-bahasa terkemuka dalam khazanah per­adaban dunia, ada orang-orang yang me­mang dikenal kepakarannya dalam bidang bahasa, dan Al-Buthi adalah sa­lah satunya yang menguasai bahasa ibu­nya tersebut.

Selulusnya dari Al-Azhar, Al-Buthi kembali ke Damaskus. Ia pun diminta untuk membantu mengajar di Fakultas Syari’ah pada tahun 1960, hingga ber­turut-turut menduduki jabatan struktural, dimulai dari pengajar tetap, menjadi wa­kil dekan, hingga menjadi dekan di fakul­tas tersebut pada tahun 1960.

Tak lama kemudian, Al-Buthi diutus pimpinan rektorat kampusnya untuk melanjutkan program doktoral bidang ushul syari’ah di Al-Azhar hingga lulus dan berhak mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu-ilmu syari’ah.

Aktivitasnya sangat padat. Ia aktif mengikuti berbagai seminar dan konfe­rensi tingkat dunia di berbagai negara di Timur Tengah, Amerika, maupun Eropa. Hingga saat ini ia masih menjabat salah seorang anggota di lembaga pene­li­tian kebudayaan Islam Kerajaan Yordania, anggota Majelis Tinggi Pena­sihat Yayasan Thabah Abu Dhabi, dan anggota di Majelis Tinggi Senat di Universitas Oxford Inggris.

Penulis yang Sangat Produktif

Al-Buthi adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karyanya menca­pai lebih dari 60 buah, meliputi bidang syari’ah, sastra, filsafat, sosial, masalah-masalah kebudayaan, dan lain-lain. Gaya bahasa Al-Buthi istimewa dan menarik. Tulisannya proporsional de­ngan tema-tema yang diusungnya. Tu­lisannya tidak melenceng dan keluar dari akar permasalahan dan kaya akan sum­ber-sumber rujukan, terutama dari sum­ber-sumber rujukan yang juga diambil lawan-lawan debatnya.

Akan tetapi bahasanya terkadang ti­dak bisa dipahami dengan mudah oleh ka­langan bukan pelajar, disebabkan un­sur falsafah dan manthiq, yang memang ke­ahliannya. Oleh karena itu, majelis dan ha­laqah yang diasuhnya di berbagai tempat di keramaian kota Damaskus menjadi sarana untuk memahami karya-karyanya.

Walau demikian, sebagaimana di­tuturkan pecinta Al-Buthi, di samping mam­pu membedah logika, kata-kata Al-Buthi juga sangat menyentuh, sehingga mampu membuat pembacanya berurai air mata.

Pembela Madzhab yang Empat

Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi mengasuh halaqah pengajian di masjid Damaskus dan beberapa masjid lainnya di seputar kota Damaskus, yang diasuhnya hampir tiap hari. Majelis yang diampunya selalu dihadiri ribuan ja­ma’ah, laki-laki dan perempuan.

Selain mengajar di berbagai hala­qah, ia juga aktif menulis di berbagai me­dia massa tentang tema-tema keislaman dan hukum yang pelik, di antaranya ber­bagai pertanyaan yang diajukan kepada­nya oleh para pembaca. Ia juga menga­suh acara-acara dialog keislaman di be­berapa stasiun televisi dan radio di Timur Tengah, seperti di Iqra‘ Channel dan Ar-Risalah Channel.

Dalam hal pemikiran, Al-Buthi diang­gap sebagai tokoh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang gencar membela kon­sep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, Al-Gha­zali, dan lain-lain, dari rongrongan pemi­kiran dan pengkafiran sebahagian go­longan yang menganggap hanya mere­ka­lah yang benar dalam hal agama.

Ber­bekal pengetahuannya yang amat men­dalam dan diakui berbagai pihak, ia me­re­dam berbagai permasalahan yang tim­bul dengan fatwa-fatwanya yang ber­ta­bur hujjah dari sumber yang sama yang dijadikan dalil para lawan debatnya. Ujar­an-ujaran Al-Buthi juga menyejuk­kan bagi yang benar-benar ingin mema­hami pemikirannya.

Al-Buthi bukan hanya seorang yang pandai di bidang syari’ah dan bahasa, ia juga dikenal sebagai ulama Sunni yang multidisipliner. Ia dikenal alim da­lam ilmu filsafat dan aqidah, hafizh Qur’an, mengua­sai ulumul Qur’an dan ulu­mul hadits de­ngan cermat.

Sewaktu-waktu ia melaku­kan kritik atas pemikiran filsafat materia­lisme Barat, di sisi lain ia juga melakukan pembelaan atas ajaran dan pemikiran madzhab fiqih dan aqidah Ahlussunnah, terutama terhadap tuding­an kelompok yang menisbahkan dirinya sebagai go­longan Salafiyah dan Waha­biyah.

Dalam hal yang disebut terakhir, ia menulis dua karya yang meng-counter ber­bagai tudingan dan klaim-klaim me­reka, yakni kitab berjudul Al-Lamadz­habiyyah Akbar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’ah al-Islamiyyah dan kitab As-Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah Muba­rakah wa Laysat Madzhab Islamiyy.

Tawassuth

Di era 1990-an, Al-Buthi telah me­nam­pakkan intelektualitasnya dengan menggunakan sarana media informasi, seperti televisi dan radio. Ini demi meng­usung pemikiran-pemikirannya yang ta­wassuth (menengah) di tengah gerakan-gerakan fundamentalisme Islam yang bermunculan.

Sayangnya, kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al-Asad, menjadi bumbu tak sedap di ka­langan pemerhati politik. Namun kede­kat­annya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong perjuangan Hamas (Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah) dalam menghadapi aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangan­nya bertolak belakang dengan gerakan-gerakan semacam itu.

Di usia yang semakin senja, Syaikh Al-Buthi masih tetap menulis, baik lewat website yang diasuhnya mau­pun beberapa media massa dan elek­tronik lainnya. Betapa besar harapan umat ini, khususnya kalangan Ahlus­sun­nah wal Jama’ah, menanti karya-karya­nya yang lain terlahir, untuk memenuhi dahaga ilmu yang tak pernah habis-habisnya.

Beberapa hari sebelum kewafatannya, Asy-Syahid Sa’id Ramadan Al-Buthi berkata: "Setiap apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku daripada ijtihadku, maka aku harap ia tidak terlepas dari ganjaran ijtihad.”

Asyahid Al-Buthi.

INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI`UN, Kita telah kehilangan ulama terbaik kita masa kini ASY-SYAHID SA’ID RAMADLAN AL BUTHI rahimahullahuta'ala tepat saat beliau mengisi Ta`lim di Masjid Al Iman di Kota Damaskus, Suriah, ba`da maghrib Kamis, 22 Maret 2013.



2 Minggu sebelum meninggal, Habib Ali Al-Jufri menelpon beliau. Saat itu beliau berkata: "Tidak tinggal lagi umur bagiku melainkan beberapa hari yang boleh dikira. Sesungguhnya aku sedang mencium bau surga dari belakangnya. Jangan lupa wahai saudaraku untuk mendoakan aku."

Ya Alloh! ampunilah dosa-dosa beliau. Terimalah amal-amal beliau. Berikanlah tempat terbaik buat beliau. Dan kumpulkanlah kami dengan beliau di dalam surge Mu kelak. Amin, Amin Ya Robbal ‘Alamin. Biniyatil Qobul Bisiril Fatihah… 

1 comment:

  1. assalamualaikum, ustad ana pernah denger katanya kita g boleh memberi gelar asy syahid???

    ReplyDelete



 
Support : Qosim Ibn Aly | Islamic Defenders Community
Copyright © 2013. Golek Surgo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Aliy Faizal
Proudly powered by Blogger