Pemerintah
mengakui masih ada deviasi atau penyimpangan dari realisasi program bantuan
langsung sementara masyarakat (BLSM). Namun, deviasi tersebut diklaim jauh
lebih kecil dibanding program serupa, yakni bantuan langsung tunai (BLT).
"Ada
deviasi 6-7 persen. Deviasi dibandingkan BLT dulu di atas 20 persen. Sekarang
6-7 persen wajarlah," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul
Sembiring di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/6/2013).
Anggaran BLSM yang disetujui Parlemen sebesar Rp 9,32 triliun. Secara matematis, deviasi sebesar 6-7 persen setara dengan Rp 651 miliar.
Tifatul
mengatakan, deviasi itu diakui juga oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal itu
terjadi lantaran data yang dipakai untuk menentukan penerima BLSM berasal dari
survei BPS tahun 2011.
"Mungkin
saja 2011 waktu itu susah keadaannya, tapi 2013 sudah berubah. Ada juga yang
meninggal, ada yang pindah rumah. Kita akan update data-data itu,
kata Tifatul.
Seperti
diberitakan, sebanyak 15,5 juta keluarga sasaran akan menerima Kartu Perlindungan
Sosial. Kartu itu akan digunakan untuk mencairkan kompensasi dari kenaikan
harga premium dan solar. Selain BLSM, kompensasi lain yakni beras miskin,
beasiswa, dan program keluarga harapan.
Khusus
BLSM, setiap keluarga akan menerima Rp 600.000 untuk empat bulan. Pencairannya
dilakukan dua tahap. Jika ternyata tidak berhak, data penerima BLSM bisa diubah
dalam musyawarah desa atau kelurahan.
No comments:
Post a Comment